Yogyakarta-KoPi- Senin 27 Oktober 2014 lalu Presiden Joko Widodo mengumumkan 34 menteri
dalam Kabinet Kerja. Dalam pengumuman itu, menteri
Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mencuri
perhatian publik. Pasalnya, meski hanya bermodal
ijazah SMP, Susi pengusaha ikan asal Pangandaran ini
menyabet jabatan menteri. Label pendidikan oleh masyarakat kerap dianggap
sebagai gengsi bagi kebanyakan masyarakat. Orang
selalu angkat topi memandang mereka yang bertitel
meskipun menjadi pengagguran. Padahal gelar
akademik tidak selalu memiliki kualitas praksis. Di
Indonesia, banyak tokoh hebat yang berangkat dari otodidak atau tidak menempuh bangku kuliah,
bahkan hanya bersekolah dasar. Berikut adalah 10
tokoh hebat milik Indonesia sebagai contoh saja yang
tercatat dalam sejarah Indonesia, meskipun tanpa
ijazah akademik. Tentu masih banyak lagi tokoh yang
lain di Indonesia yang seperti ini. Artikel ini tentu hanya bermaksud sebagai pengingat bersama,
bahwa belajar tidak saja hanya di bangku sekolah,
tetapi dalam proses kehidupan itu sendiri.
1. Adam Malik
Adam Malik kelahiran Pematang Siantar, Sumatera
Utara 22 Juli 1917. Buah hati dari pasangan Haji Abdul
Malik Batubara dan Salamah Lubis. Semasa Adam
Malik kecil gemar menonton film koboi, membaca dan
fotografi.
Pernah mengenyam pendidikan di HIS (setingkat SD) selepas lulus membantu ayahnya kerja di toko Murah.
Sembari kerja Adam Malik mengisi waktu luang
dengan banyak membaca buku.
Karir politik bermula saat berusia 17 tahun menjabat
ketua Partindo di Pemantang Siantar (1934-1935).
Pada usia 20 tahun. Adam Malik bersama Soemarang, Sipatuhar, Armin Pane, Abdul hakim dan Pandu
Kartawiguna mendirikan kantor berita ANTARA tahun
1937 di Jl. Pinangsia 38 Jakarta kota.
Di masa penjajahan Jepang Adam Malik aktif
bergerilya memperjuangkan kemerdekaan.
Menjelang 17 Agustus 1945, Adam Malik menjadi salah satu tokoh yang melarikan Soekarno dan Hatta
ke Rengasdengklok.
Namun menginjak tahun 1950-an karir politiknya
melejit, dia dipilih Soekarno menjadi duta besar luar
biasa untuk Uni Societ dan Polandia. Pada tahun 1977
menjadi ketua MPR. Jabatan tertinggi menjadi wakil presiden ke-3 berdasarkan sidang Umum MPR Maret
1978.
2. Agus Salim
Agus Salim pemuda cerdas kelahiran Kota Gadang,
Agam, Sumatera Barat 8 Oktober 1884. Agus Salim
dikenal sebagai salah satu pelopor kebangkitan
bangsa dengan mendirikan Sarekat Islam (SI).
Jejak pendidikannya ditempuh di ELS (Europeesche
Lagere School) dan HBS (Hoogere Burgerschool) di Batavia. Sekolah HBS setingkat SMP+ SMA dengan
lama studi 5 tahun.
Meskipun cerdas dan menguasai 7 bahasa asing :
Belanda, Inggris, Arab, Turki, Prancis, Jepang dan
Jerman Salim gagal melanjutkan studinya. Salim harus
mengubur niatnya sekolah di kedoteran karena gagal mendapat beasiswa dari Belanda. Guna mengobati
kekesalannya Salim pergi ke Arab dan bekerja
sebagai penerjemah di konsulat Arab.
Karir politiknya dimulai ketika bergabung dengan
Sarekat Islam bersama HOS Tjokroaminoto dan Abdul
Muis pada 915. Selain itu kiprahnya juga terlihat sebagai aktivis Jong Islamieten. Bentuk gebrakan
melunturkan nilai Islam yang kaku dan mempelopori
emansipasi wanita.
Geliat Salim semakin kentara dengan menjadi anggota
PPKI hingga saat Indonesia merdeka Salim dipercaya
menjadi di akhir masa Jepang mengantarkan dia menjadi menjadi anggota Dewan Pertimbangan
Agung.
Bahkan karena kepiawaiannya berpidato
mengantarkannya menjadi Menteri Muda Luar Negeri
dalam Kabinet Syahrir I dan II.
3. Ajip Rosidi
Siapa yang tak kenal Ajip Rosidi, seorang sastrawan
terkenal Indonesia, penulis, budayawan, redaktur,
serta ketua yayasan Rancage.
Ajip menempuh studi di sekolah Rakyat jatiwangi
1950, SMP N VIII Jakarta 1953 dan pendidikan terakhir
Taman Madya, Taman Siswa Jakarta (1956). Sekalipun tidak tamat SMA dia bertekad untuk menjadi orang
sukses. Kesehariannya dihabiskan dengan membaca
buku-buku. Tak salah bila Ajip berhasil setidaknya
menuliskan 326 judul karya buah dari luas
pemikirannya.
Tak sampai hanya berkat prestasinya di bidang kesusastraan dan kebudayaan pada tahun
1967-1970, dia menjadi dosen luar biasa di Fakultas
Sastra Universitas Padjadjaran, Bandung. Lalu pada
1981, laki-laki 76 tahun ini diangkat sebagai guru
besar tamu di Osaka Gaikokugo Daigaku (Universitas
Bahasa Asing Osaka). Sejak itu, dia bertugas mengajar di Tenri Daigaku (1982-1994) dan Kyoto Sangyo
Daigaku (1982-1996). Berikut karya Ajip Rosidi selama
bergelut di dunia satra:
· Dalam Kongres Kebudayaan tahun 1957 di Denpasar,
mendapat Hadiah Sastra Nasional untuk sajak-sajak
yang ditulisnya tahun 1955-1956 · Dalam Kongres Kebudayaan tahun 1960 di Bandung,
mendapat Hadiah Sastra Nasional untuk kumpulan
cerita pendeknya yang berjudul Sebuah Rumah Buat
Hari Tua
· Tahun 1975 mendapat Cultural Award dari
Pemerintah Australia · Tahun 1993 mendapat Hadiah Seni dari Pemerintah
Republik Indonesia
· Tahun 1994, terpilih sebagai salah seorang dari
Sepuluh Putra Sunda yang membanggakan daerahnya
· Tahun 1988, sejumlah sahabatnya di Bandung
mengadakan peringatan Ajip Rosidi 50 Tahun dengan menerbitkan buku Ajip Rosidi Satengah Abad
· Tahun 1999 mendapat Kun Santo Zui Hoo Shoo (Order
of the Sacred Treasure, Gold Rays with Neck Ribbon)
dari pemerintah Jepang
· Tahun 2003 memperoleh Hadiah Mastera dari Brunei
· Tahun 2004 mendapat Professor Teeuw Award dari Belanda
· Tahun 2005, Paguyuban Panglawungan Sastera
Sunda (PPSS) di Bandung menyelenggarakan acara
dramatisasi, musikalisasi puisi, dan diskusi buku
Ayang-ayang Gung dalam rangka 67 Ajip Rosidi (31
Januari 2005) · Tahun 2007 mendapat Anugrah Budaya Kota
Bandung 2007
· Mendapat Anugerah Hamengku Buwono IX 2008
untuk berbagai sumbangan positifnya bagi
masyarakat Indonesia di bidang sastra dan budaya
·
4. Chairil Anwar
Si Binatang Jalang dari Medan. Chairil dikenal
seorang penyair angkatan 45 yang berpikiran
revolusioner. Melalui goresan penanya dia
menuliskan keresahan hatinya terkait kemerdekaan
Indonesia, kematian, indovidualisme bahkan multi-
intrepretasi. Diperkirakan dia telah menuliskan 96 karya, 70
diantaranya puisi. Berkat puisi-puisinya, dia bersama
Asrul Sani dan Rivai Apin dinobatkan oleh HB. Jassin
sebagi pelpor Angkatan 45 puisi modern Indonesia.
Hidup dari keluarga pejabat tidak lantas membuat
hidupnya bahagia. Ayahnya Toeloes yang seorang Bupati Inderagiri, Riau bercerai dengan Saleha,
ibunya. Dinamika hidup Chairil cenderung keras
kepala.
Chairil hanya sempat merampungkan studinya
sampai tingkat MULO saja. Di usia 18 tahun dia banting
setir bertekad menjadi seniman. · Kumpulan Puisi Chairil Anwar
* Deru Campur Debu (1949)
* Kerikil Tajam dan Yang Terampas dan Yang Putus
(1949)
* Tiga Menguak Takdir (1950) (dengan Asrul Sani dan
Rivai Apin) * "Aku Ini Binatang Jalang: koleksi sajak 1942-1949",
disunting oleh Pamusuk Eneste, kata penutup oleh
Sapardi Djoko Damono (1986)
* Derai-derai Cemara (1998)
* Pulanglah Dia Si Anak Hilang (1948), terjemahan
karya Andre Gide * Kena Gempur (1951), terjemahan karya John
Steinbeck
5. Buya Hamka
Buya Hamka dikenal sebagai ulama, politikus serta
penulis terkenal Indonesia. Sosok relijius kelahiran
Desa Molek, Meninjau, Sumatera Barat 1908 ini adalah
seorang putra ulama besar Minang Syekh Abdul
Karim bin Amrullah.
Meskipun hanya mengenyam pendidikan formal sekolah dasar di Maninjau. Hamka luas akan
pengetahuan terutama keagamaan, berkat
penddidikan informal yang didapatnya selama di
kamung halaman. Haji Abdul Malik Karim atau
disingkat Hamka pernah bekerja sebagai wartawan
tahun 1920-an di surat kabar Pelita Andalas, Seruan Islam, Bintang Islam dan Suara Muhammadiyah. Dari
tangan seorang wartawan ini lahirlah karya sastra
yang menggugah seperti Tenggelamnya Kapal Van
Der Wijck, Di Bawah Lindungan Ka'bah, dan Merantau
ke Deli.
Selain aktif menulis Hamka juga merintis karir di organisasi Muhammadiyah. Dia terpilih menjadi ketua
Majlis Pimpinan Muhammadiyah di Sumatera Barat
oleh Konferensi Muhammadiyah, menggantikan S.Y.
Sutan Mangkuto pada tahun 1946. Pada tahun 1953,
Hamka dipilih sebagai penasihat pimpinan Pusat
Muhammadiah. Pada 26 Juli 1977, Menteri Agama Indonesia. Namun 1981 Hamka mengundurkan diri
karena nasihatnya tidak didengarkan oleh
pemerintah.
6. Emha Ainun Najib
Emha Ainun Najib atau akrab dipanggil Cak Nun
seorang budayawan intelektual asal Jombang, Jawa
Timur. Pendidikan formal ditempuh di Pondok Modern
Gontor-Ponorogo, SMA Muhammadiyah I Yogyakarta.
Dan sempat di fakultas Ekonomi UGM yang hanya
beberapa semester. Penguasaan sastranya banyak diambil dari guru
teladannya Umbu Landu Paranggi. Seorang sufi yang
merantau di Malioboro.
Selain teater, Cak Nun juga adalah seorang penulis
buku dan aktif di kelompok musik arahannya, Musik
Kiai Kanjeng, yang selalu membawakan lagu-lagu sholawat nabi dan syair-syair religius yang bertema
dakwah. Selain itu, Cak Nun rutin menjadi narasumber
pengajian bulanan dengan komunitas Masyarakat
Padang Bulan di berbagai daerah.
KARIR
· Pengasuh Ruang Sastra di harian Masa Kini, Yogyakarta (1970)
· Wartawan/Redaktur di harian Masa Kini, Yogyakarta
(1973-1976)
· Pemimpin Teater Dinasti (Yogyakarta)
· Pemimpin Grup musik Kyai Kanjeng
· Penulis puisi dan kolumnis di beberapa media
dalam Kabinet Kerja. Dalam pengumuman itu, menteri
Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mencuri
perhatian publik. Pasalnya, meski hanya bermodal
ijazah SMP, Susi pengusaha ikan asal Pangandaran ini
menyabet jabatan menteri. Label pendidikan oleh masyarakat kerap dianggap
sebagai gengsi bagi kebanyakan masyarakat. Orang
selalu angkat topi memandang mereka yang bertitel
meskipun menjadi pengagguran. Padahal gelar
akademik tidak selalu memiliki kualitas praksis. Di
Indonesia, banyak tokoh hebat yang berangkat dari otodidak atau tidak menempuh bangku kuliah,
bahkan hanya bersekolah dasar. Berikut adalah 10
tokoh hebat milik Indonesia sebagai contoh saja yang
tercatat dalam sejarah Indonesia, meskipun tanpa
ijazah akademik. Tentu masih banyak lagi tokoh yang
lain di Indonesia yang seperti ini. Artikel ini tentu hanya bermaksud sebagai pengingat bersama,
bahwa belajar tidak saja hanya di bangku sekolah,
tetapi dalam proses kehidupan itu sendiri.
1. Adam Malik
Adam Malik kelahiran Pematang Siantar, Sumatera
Utara 22 Juli 1917. Buah hati dari pasangan Haji Abdul
Malik Batubara dan Salamah Lubis. Semasa Adam
Malik kecil gemar menonton film koboi, membaca dan
fotografi.
Pernah mengenyam pendidikan di HIS (setingkat SD) selepas lulus membantu ayahnya kerja di toko Murah.
Sembari kerja Adam Malik mengisi waktu luang
dengan banyak membaca buku.
Karir politik bermula saat berusia 17 tahun menjabat
ketua Partindo di Pemantang Siantar (1934-1935).
Pada usia 20 tahun. Adam Malik bersama Soemarang, Sipatuhar, Armin Pane, Abdul hakim dan Pandu
Kartawiguna mendirikan kantor berita ANTARA tahun
1937 di Jl. Pinangsia 38 Jakarta kota.
Di masa penjajahan Jepang Adam Malik aktif
bergerilya memperjuangkan kemerdekaan.
Menjelang 17 Agustus 1945, Adam Malik menjadi salah satu tokoh yang melarikan Soekarno dan Hatta
ke Rengasdengklok.
Namun menginjak tahun 1950-an karir politiknya
melejit, dia dipilih Soekarno menjadi duta besar luar
biasa untuk Uni Societ dan Polandia. Pada tahun 1977
menjadi ketua MPR. Jabatan tertinggi menjadi wakil presiden ke-3 berdasarkan sidang Umum MPR Maret
1978.
2. Agus Salim
Agus Salim pemuda cerdas kelahiran Kota Gadang,
Agam, Sumatera Barat 8 Oktober 1884. Agus Salim
dikenal sebagai salah satu pelopor kebangkitan
bangsa dengan mendirikan Sarekat Islam (SI).
Jejak pendidikannya ditempuh di ELS (Europeesche
Lagere School) dan HBS (Hoogere Burgerschool) di Batavia. Sekolah HBS setingkat SMP+ SMA dengan
lama studi 5 tahun.
Meskipun cerdas dan menguasai 7 bahasa asing :
Belanda, Inggris, Arab, Turki, Prancis, Jepang dan
Jerman Salim gagal melanjutkan studinya. Salim harus
mengubur niatnya sekolah di kedoteran karena gagal mendapat beasiswa dari Belanda. Guna mengobati
kekesalannya Salim pergi ke Arab dan bekerja
sebagai penerjemah di konsulat Arab.
Karir politiknya dimulai ketika bergabung dengan
Sarekat Islam bersama HOS Tjokroaminoto dan Abdul
Muis pada 915. Selain itu kiprahnya juga terlihat sebagai aktivis Jong Islamieten. Bentuk gebrakan
melunturkan nilai Islam yang kaku dan mempelopori
emansipasi wanita.
Geliat Salim semakin kentara dengan menjadi anggota
PPKI hingga saat Indonesia merdeka Salim dipercaya
menjadi di akhir masa Jepang mengantarkan dia menjadi menjadi anggota Dewan Pertimbangan
Agung.
Bahkan karena kepiawaiannya berpidato
mengantarkannya menjadi Menteri Muda Luar Negeri
dalam Kabinet Syahrir I dan II.
3. Ajip Rosidi
Siapa yang tak kenal Ajip Rosidi, seorang sastrawan
terkenal Indonesia, penulis, budayawan, redaktur,
serta ketua yayasan Rancage.
Ajip menempuh studi di sekolah Rakyat jatiwangi
1950, SMP N VIII Jakarta 1953 dan pendidikan terakhir
Taman Madya, Taman Siswa Jakarta (1956). Sekalipun tidak tamat SMA dia bertekad untuk menjadi orang
sukses. Kesehariannya dihabiskan dengan membaca
buku-buku. Tak salah bila Ajip berhasil setidaknya
menuliskan 326 judul karya buah dari luas
pemikirannya.
Tak sampai hanya berkat prestasinya di bidang kesusastraan dan kebudayaan pada tahun
1967-1970, dia menjadi dosen luar biasa di Fakultas
Sastra Universitas Padjadjaran, Bandung. Lalu pada
1981, laki-laki 76 tahun ini diangkat sebagai guru
besar tamu di Osaka Gaikokugo Daigaku (Universitas
Bahasa Asing Osaka). Sejak itu, dia bertugas mengajar di Tenri Daigaku (1982-1994) dan Kyoto Sangyo
Daigaku (1982-1996). Berikut karya Ajip Rosidi selama
bergelut di dunia satra:
· Dalam Kongres Kebudayaan tahun 1957 di Denpasar,
mendapat Hadiah Sastra Nasional untuk sajak-sajak
yang ditulisnya tahun 1955-1956 · Dalam Kongres Kebudayaan tahun 1960 di Bandung,
mendapat Hadiah Sastra Nasional untuk kumpulan
cerita pendeknya yang berjudul Sebuah Rumah Buat
Hari Tua
· Tahun 1975 mendapat Cultural Award dari
Pemerintah Australia · Tahun 1993 mendapat Hadiah Seni dari Pemerintah
Republik Indonesia
· Tahun 1994, terpilih sebagai salah seorang dari
Sepuluh Putra Sunda yang membanggakan daerahnya
· Tahun 1988, sejumlah sahabatnya di Bandung
mengadakan peringatan Ajip Rosidi 50 Tahun dengan menerbitkan buku Ajip Rosidi Satengah Abad
· Tahun 1999 mendapat Kun Santo Zui Hoo Shoo (Order
of the Sacred Treasure, Gold Rays with Neck Ribbon)
dari pemerintah Jepang
· Tahun 2003 memperoleh Hadiah Mastera dari Brunei
· Tahun 2004 mendapat Professor Teeuw Award dari Belanda
· Tahun 2005, Paguyuban Panglawungan Sastera
Sunda (PPSS) di Bandung menyelenggarakan acara
dramatisasi, musikalisasi puisi, dan diskusi buku
Ayang-ayang Gung dalam rangka 67 Ajip Rosidi (31
Januari 2005) · Tahun 2007 mendapat Anugrah Budaya Kota
Bandung 2007
· Mendapat Anugerah Hamengku Buwono IX 2008
untuk berbagai sumbangan positifnya bagi
masyarakat Indonesia di bidang sastra dan budaya
·
4. Chairil Anwar
Si Binatang Jalang dari Medan. Chairil dikenal
seorang penyair angkatan 45 yang berpikiran
revolusioner. Melalui goresan penanya dia
menuliskan keresahan hatinya terkait kemerdekaan
Indonesia, kematian, indovidualisme bahkan multi-
intrepretasi. Diperkirakan dia telah menuliskan 96 karya, 70
diantaranya puisi. Berkat puisi-puisinya, dia bersama
Asrul Sani dan Rivai Apin dinobatkan oleh HB. Jassin
sebagi pelpor Angkatan 45 puisi modern Indonesia.
Hidup dari keluarga pejabat tidak lantas membuat
hidupnya bahagia. Ayahnya Toeloes yang seorang Bupati Inderagiri, Riau bercerai dengan Saleha,
ibunya. Dinamika hidup Chairil cenderung keras
kepala.
Chairil hanya sempat merampungkan studinya
sampai tingkat MULO saja. Di usia 18 tahun dia banting
setir bertekad menjadi seniman. · Kumpulan Puisi Chairil Anwar
* Deru Campur Debu (1949)
* Kerikil Tajam dan Yang Terampas dan Yang Putus
(1949)
* Tiga Menguak Takdir (1950) (dengan Asrul Sani dan
Rivai Apin) * "Aku Ini Binatang Jalang: koleksi sajak 1942-1949",
disunting oleh Pamusuk Eneste, kata penutup oleh
Sapardi Djoko Damono (1986)
* Derai-derai Cemara (1998)
* Pulanglah Dia Si Anak Hilang (1948), terjemahan
karya Andre Gide * Kena Gempur (1951), terjemahan karya John
Steinbeck
5. Buya Hamka
Buya Hamka dikenal sebagai ulama, politikus serta
penulis terkenal Indonesia. Sosok relijius kelahiran
Desa Molek, Meninjau, Sumatera Barat 1908 ini adalah
seorang putra ulama besar Minang Syekh Abdul
Karim bin Amrullah.
Meskipun hanya mengenyam pendidikan formal sekolah dasar di Maninjau. Hamka luas akan
pengetahuan terutama keagamaan, berkat
penddidikan informal yang didapatnya selama di
kamung halaman. Haji Abdul Malik Karim atau
disingkat Hamka pernah bekerja sebagai wartawan
tahun 1920-an di surat kabar Pelita Andalas, Seruan Islam, Bintang Islam dan Suara Muhammadiyah. Dari
tangan seorang wartawan ini lahirlah karya sastra
yang menggugah seperti Tenggelamnya Kapal Van
Der Wijck, Di Bawah Lindungan Ka'bah, dan Merantau
ke Deli.
Selain aktif menulis Hamka juga merintis karir di organisasi Muhammadiyah. Dia terpilih menjadi ketua
Majlis Pimpinan Muhammadiyah di Sumatera Barat
oleh Konferensi Muhammadiyah, menggantikan S.Y.
Sutan Mangkuto pada tahun 1946. Pada tahun 1953,
Hamka dipilih sebagai penasihat pimpinan Pusat
Muhammadiah. Pada 26 Juli 1977, Menteri Agama Indonesia. Namun 1981 Hamka mengundurkan diri
karena nasihatnya tidak didengarkan oleh
pemerintah.
6. Emha Ainun Najib
Emha Ainun Najib atau akrab dipanggil Cak Nun
seorang budayawan intelektual asal Jombang, Jawa
Timur. Pendidikan formal ditempuh di Pondok Modern
Gontor-Ponorogo, SMA Muhammadiyah I Yogyakarta.
Dan sempat di fakultas Ekonomi UGM yang hanya
beberapa semester. Penguasaan sastranya banyak diambil dari guru
teladannya Umbu Landu Paranggi. Seorang sufi yang
merantau di Malioboro.
Selain teater, Cak Nun juga adalah seorang penulis
buku dan aktif di kelompok musik arahannya, Musik
Kiai Kanjeng, yang selalu membawakan lagu-lagu sholawat nabi dan syair-syair religius yang bertema
dakwah. Selain itu, Cak Nun rutin menjadi narasumber
pengajian bulanan dengan komunitas Masyarakat
Padang Bulan di berbagai daerah.
KARIR
· Pengasuh Ruang Sastra di harian Masa Kini, Yogyakarta (1970)
· Wartawan/Redaktur di harian Masa Kini, Yogyakarta
(1973-1976)
· Pemimpin Teater Dinasti (Yogyakarta)
· Pemimpin Grup musik Kyai Kanjeng
· Penulis puisi dan kolumnis di beberapa media
Terakhir diubah: