TEMPO.CO, Jakarta - Tarif "ayam kampus"
atau pekerja seks komersial (PSK) dari kalangan
mahasiswi lebih mahal dari PSK umum.
Penyebabnya lantaran faktor eksklusif yang
melekat.
Tentu saja, modus operandi "ayam kampus"
lebih terselubung. Mereka tidak mangkal rutin
di tempat lokalisasi, melainkan memilih jalur
independen yang bernaung di mucikari khusus
atau biasa disebut agensi atau broker.
Konon, harga yang dibanderol bisa sampai
puluhan juta. Jumlah itu beberapa kali lipat
dari tarif PSK umum yang biasa ditemukan di
tempat prostitusi. "Label "ayam kampus" jelas
mendongkrak tarif," kata Moammar Emka,
penulis buku tentang kehidupan metropolis
Jakarta, kepada Tempo, Jumat, 15 Februari
2013.
Tarif serupa juga, kata Emka, berlaku bagi PSK
berlabel siswi SMA, model, bahkan artis. Profesi
itu seperti menjadi keuntungan sendiri bagi
pelaku prostitusi. Lelaki hidung belang pun
jarang yang keberatan.
"Sama halnya dengan label "putih abu-abu"
atau label artis, model, dan sebagainya. Tapi,
harga jelas bervariasi, tergantung individu,"
kata Emka.
Faktor lain yang bisa mendokrak harga adalah
segmentasi dari pelanggan "ayam kampus" itu
sendiri. Pemakai jasa esek-esek ini kebanyakan
dari kalangan berduit, seperti pengusaha,
jenderal, bahkan menteri.
atau pekerja seks komersial (PSK) dari kalangan
mahasiswi lebih mahal dari PSK umum.
Penyebabnya lantaran faktor eksklusif yang
melekat.
Tentu saja, modus operandi "ayam kampus"
lebih terselubung. Mereka tidak mangkal rutin
di tempat lokalisasi, melainkan memilih jalur
independen yang bernaung di mucikari khusus
atau biasa disebut agensi atau broker.
Konon, harga yang dibanderol bisa sampai
puluhan juta. Jumlah itu beberapa kali lipat
dari tarif PSK umum yang biasa ditemukan di
tempat prostitusi. "Label "ayam kampus" jelas
mendongkrak tarif," kata Moammar Emka,
penulis buku tentang kehidupan metropolis
Jakarta, kepada Tempo, Jumat, 15 Februari
2013.
Tarif serupa juga, kata Emka, berlaku bagi PSK
berlabel siswi SMA, model, bahkan artis. Profesi
itu seperti menjadi keuntungan sendiri bagi
pelaku prostitusi. Lelaki hidung belang pun
jarang yang keberatan.
"Sama halnya dengan label "putih abu-abu"
atau label artis, model, dan sebagainya. Tapi,
harga jelas bervariasi, tergantung individu,"
kata Emka.
Faktor lain yang bisa mendokrak harga adalah
segmentasi dari pelanggan "ayam kampus" itu
sendiri. Pemakai jasa esek-esek ini kebanyakan
dari kalangan berduit, seperti pengusaha,
jenderal, bahkan menteri.