Rizaldi Chaniago, seorang supir camat di Payakumbuh, minta berhenti karena ia akan merantau ke Jakarta untuk mengadu nasib. Mula-mula ia bekerja sebagai "tukang kantau" dikawasan Tanah Abang, setelah dapat mengumpulkan sedikit modal ia pun mulai menggelar dagangannya di pinggir jalan kawasan Tanah Abang.
Nasib rupanya memihak kepadanya, beberapa tahun kemudian ia berhasil memiliki kios kain di dalam pasar. Ia pun berkeluarga dan memiliki 2 anak. Tahun ini ia membangun rumah di Depok, dilingkungan perumahan dosen UI. Karena tetangganya semua adalah para akademisi, dengan bermacam-macam gelar, ada Prof., ada Phd. dll. Rizaldi merasa malu kalau papan nama di depan rumahnya tidak tercantum gelar seperti tetangganya.
Dibuatlah papan nama dari perak, yang dipesan langsung dari Koto Gadang, dengan nama DR.Rizaldi Chaniago MSc. Ketika ayahnya datang berkunjung, dengan bangga ia bertanya di mana anaknya kuliah, karena setahunya, Rizaldi hanya berdagang. Dengan malu-malu Rizaldi menjelaskan gelarnya di papan nama: (D)isiko (R)umahnyo Rizaldi Chaniago (M)antan (S)upir (c)amat...
Nasib rupanya memihak kepadanya, beberapa tahun kemudian ia berhasil memiliki kios kain di dalam pasar. Ia pun berkeluarga dan memiliki 2 anak. Tahun ini ia membangun rumah di Depok, dilingkungan perumahan dosen UI. Karena tetangganya semua adalah para akademisi, dengan bermacam-macam gelar, ada Prof., ada Phd. dll. Rizaldi merasa malu kalau papan nama di depan rumahnya tidak tercantum gelar seperti tetangganya.
Dibuatlah papan nama dari perak, yang dipesan langsung dari Koto Gadang, dengan nama DR.Rizaldi Chaniago MSc. Ketika ayahnya datang berkunjung, dengan bangga ia bertanya di mana anaknya kuliah, karena setahunya, Rizaldi hanya berdagang. Dengan malu-malu Rizaldi menjelaskan gelarnya di papan nama: (D)isiko (R)umahnyo Rizaldi Chaniago (M)antan (S)upir (c)amat...