VIVAnews - Pemerintah diminta memperpanjang batas kepemilikan asing atas properti menjadi 100 tahun dari 25 tahun. Sebelumnya dalam Peraturan Pemerintah (PP) No.41/1996 disebutkan masa hak pakai rumah untuk orang asing hanya diperbolehkan selama 25 tahun.
Pakar Hukum Properti Erwin Kallo mengatakan dengan kondisi seperti ini tidak mendukung bagi sektor properti karena tidak ada pengembang yang mengembangkan bisnis properti lagi. "Sehingga pengembang lebih berminat berinvestasi di luar negeri," ujar dia di Jakarta, Sabtu 17 April 2010.
Dia mencontohkan, di Kamboja orang asing boleh memiliki tanah dan bangunan, sedangkan di China asing bisa mengantongi izin hampir 1.000 tahun.
Pada kesempatan yang sama, Konsultan Properti Tony Eddy menuturkan negara-negara tetangga seperti Malaysia, Singapura dan Australia memperbolehkan asing untuk memiliki properti namun dengan tetap menjamin kedaulatan negara. "Persyaratan yang mereka berikan lunak tetapi tetap menjamin kedaulatan negara," kata dia.
Dia menjelaskan, pada prinsipnya persyaratan regulasi di negara-negara tersebut hampir mirip dengan Indonesia. Tetapi ketika lambat laun sektor properti menjadi salah satu penghasil devisa negara, regulasi itu diperlunak. Matius merekomendasikan kepada Pemerintah agar asing tetap bisa memiliki sektor properti di tanah air tetapi tidak mengancam kedaulatan negara, pesyaratan kepemilikan diperketat.
Misalnya asing hanya dibolehkan untuk memiliki sektor properti primer, harga bangunan minimal Rp 500 juta dan ketika masa izinnya sudah habis harus menjual bangunannya kepada orang Indonesia, jangan orang asing. Selain itu dalam satu kawasan pembangunan, asing hanya boleh mempunyai kepemilikan 41 persen. "Kebijakan-kebijakan ini cukup bisa menjamin kedaulatan negara," tuturnya. (pet)
VIVAnews