Kita pernah,
punya hati yang sama-sama patah ketika datang dari sebuah masa yang bernama luka.
Lalu dipertemukan pada perantara senja,
sewaktu daun-daun berguguran oleh keringnya musim.
Kita seperti sepasang kemarau,
yang rindu hujan dan pohon-pohon hijau.
Kita pernah,
punya hati yang sama-sama patah ketika saling menuliskan puisi yang paling air mata dari masa bernama luka.
Kita pernah. Kita pernah
Aku rindu April di langit timurmu Num
Di antara pasir Namalatu yang menciumi kaki para nelayan, geliat laor, petikan ukulele, dan tembang lawas yang dinyanyikan pria tua di halaman rumahnya
Di sudut kotamu, di antara puisi-puisi yang kurangkum dalam senyum. Kau berada di tengahnya, sebagai derai tawa yang tak pernah selesai untuk kubaca.
punya hati yang sama-sama patah ketika datang dari sebuah masa yang bernama luka.
Lalu dipertemukan pada perantara senja,
sewaktu daun-daun berguguran oleh keringnya musim.
Kita seperti sepasang kemarau,
yang rindu hujan dan pohon-pohon hijau.
Kita pernah,
punya hati yang sama-sama patah ketika saling menuliskan puisi yang paling air mata dari masa bernama luka.
Kita pernah. Kita pernah
Aku rindu April di langit timurmu Num
Di antara pasir Namalatu yang menciumi kaki para nelayan, geliat laor, petikan ukulele, dan tembang lawas yang dinyanyikan pria tua di halaman rumahnya
Di sudut kotamu, di antara puisi-puisi yang kurangkum dalam senyum. Kau berada di tengahnya, sebagai derai tawa yang tak pernah selesai untuk kubaca.