Janji.. Yang kau ucapkan
Yang kau elu-elukan
Engkau khianati..
Memang manusia tak berhati
Katanya sehidup semati
Katanya tak ingkar janji
Nyatanya, engkau pergi..
Kau bilang aku bidadari
Namun sayapku patah terbawa merpati
Yang terbang menari-menari
Tanpa kau tau teriris mati..
Dasar, kau pencuri
Selalu bermain rasa dan hati
Menindasku dengan sepi
Sembiluan malam ini..
Terakhir diubah:
Kalau tidak bisa melihat gambar dalam thread, kemungkinan browser Anda menggunakan fitur adblocker.
Silakan masukkan alamat website forum ini pada daftar pengecualian di setting adblocker.
Bolehkah aku bahagia?
Boleh aku mengejar mimpi-mimpi menjadi nyata?
Teriaku ingin bebas, teriaku ingin lepas..
Selayaknya pagi tak terjamah
...hingga duniaku sendiri jaya
Kulantunkan sebuah lagu suka,
Untukmu matahari yang tlah mengusik kenestapaan
Mendaki cinta lintasi muara...
Berjalan kusut menerpa asmara,
Pergilah diriku, segeralah petang..
Jauhkan aku dari api neraka
Kotor, murka, dan keserakahan
Malam, kemarilah!
Wahai bulan, datanglah!...
Dalam kerisauan ku meminta..
Lemah gemulai bayang-bayang rupa
Dunia sudah menua
Ruh-ruh t'lah hilang
Semua kini menghina
Tersentak membunuh kuasa
Disanalah surga,
Langkah kakiku kian tegak menantang
Meski tak diakui mereka...
Aku kan kesana,
Menjajaki batas menjulang tua..
Dunia, gembiralah!
Pintaku pada sang matahari dan kawan seperjuangannya
Jangan kau melemahkan sinarmu,
tetaplah cahayamu berseri bersama tari-tarian sejuta bunga
Bergembiralah! Semangat untuk hidup mencinta
dengan sesama, keluarga, dan yang patut diberi cinta
Sebatas Satuan Indra
Dimana hati terbuka, fikiran membentang bak samudra
Ditengah peluh ku bergumam...
Untukmu sayang...
untukmu sang malaikat didunia
Namun kau tak bersayap
Rasa ini tersayat belati yang menembus akalku
Mungkinkah ini cinta?
Lantas apa tujuanMu?
ku bergumam dalam petang..
Mencari sebuah titik terang,
Sebatas satuan indraku..
Senyum hangat terlintas ditengah resah
Kuciumi bau bunga berwarna pelangi tersebar diseluruh dunia
Kudengar kicauan burung gereja mengumandangkan lagu kesukaannya
Tak ada nada kromatis maupun enharmonis dalam baitnya
Ditemani secangkir teh hangat dipagi hari, aku melihat awan
melihat terang dalam gembira..
Sembari mulutku mengucap salam...
Selamat tinggal roda cinta
Dan kenangan yang selalu menyertainya
Ku bernyanyi dalam lantunan lagu.
Bersajak merdu bait demi bait menuntun rindu.
...Cintaku, yang berarti.
Tak akan pernah berhenti menjagamu.
Mendekap jemari mu dalam setiap syair lagu.
Untaian kata, bait romantis ini terukir namamu.
...Namamu, selalu.
Cerah menyinari hatiku.
Gurat senyumnya terpancar bak mentari.
Mengundang senja genggam erat jemari ini.
Jemari lembut membangun deru cinta di hati.
Satu cinta pun terasa seribu hidup untuk senyum ini.
Jingga , begitu orang menyebutnya.
Akan terus bercahaya menempati relung hati Senja
Satu Waktu
Satu waktu , dalam suatu hari..
pesan datang tersirat dalam nada penuh arti
Genggamlah tangan ini,
Jangan sampai hujan rintik berhenti
menepis dua dunia dalam sebuah rotasi
hijau pohon sebelah kiri
sebelah kanan terbakar api..
Hari Ini Bukan Untuk Mereka
Dentuman suara serta luapan emosi menyala
bak neraka kata orang dalam tipu daya
Seribu bintang redup tak bercahaya
Jam malam...
Ini malam tenang, terhanyut mencekam..
Ratusan prajurit bergerak kearah hilir mengucap kibarnya
Bendera kita tak akan satu..
Bangsa kita tak menyatu..
Bahasa kita tak akan satu..
Emosi kita berpadu..
Suara 'tik-tok' jam dinding memecah keheningan malam..
Menanti waktu menjatuhkan dan dijatuhkan..
Membungkam genderang perang menjadi kemerdekaan
Hari ini bukan untuk mereka..
Seperti Sepasang Baju
Kita saling mencinta..
Tapi penuh tanda tanya
Sepasang burung bercintapun menakdirkan kita
yang menjadi satu-bersama, harapnya..
Egokah rasa?
bahkan, Ku tak mampu menggoyahkan secuil kertas..
Sedih, pilu, dan cemas
Semua menjadi satu bak adonan kue yang terhias..
Jadi kita ini apa?
Tanyaku pada sebuah harap untuk terus merajut 2 cinta menjadi satu.
Seperti sepasang baju..
selalu bersama , dalam suatu tempat, tak bisa menyatu..
Yang kutau,dirimu hanyalah kebencianku
Selalu bermain pujian kata palsu
Seperti duri, dalam untaian bait-bait indahmu
Sudah cukup,semua sudah cukup..
Mau kau tambahkan berapa juta pedang lagi menghunusku?
Mau kau sayat berapa kali lagi kepingan hatiku yang hancur
Membuat hati ini rapuh, retak berserakan dalam sendu..
...
Lalu apa?
Masih perlukah aku menyusun kata,
Bila semua sudah tak bermakna