- Daftar
- 16 Nov 2013
- Post
- 2.965
- Like diterima
- 112
Kukang kadang-kadang disebut pula malu-malu adalah jenis primata yang gerakannya lambat. Warna rambutnya beragam, dari kelabu keputihan, kecoklatan, hingga kehitam-hitaman. Pada punggung terdapat garis cokelat melintang dari belakang hingga dahi, lalu bercabang ke dasar telinga dan mata. Berat tubuhnya berkisar antara 0,375-0,9 kg, dan panjang tubuh hewan dewasa sekitar 1930 cm.
Dari delapan spesies kukang yang masih ada, enam di antaranya dapat ditemukan di Indonesia, yakni di pulau-pulau Sumatera, Jawa dan Kalimantan. Kukang (Nycticebus spp.) memiliki penampilan yang lucu dan menggemaskan sehingga banyak masyarakat umum yang gemar menjadikan primata ini sebagai hewan peliharaan. Karenanya, semua jenis kukang ini telah terancam oleh kepunahan. Kukang telah dilindungi oleh hukum Indonesia, sehingga memperdagangkannya tergolong melanggar hukum (ilegal) dan kriminal.
Kukang adalah primata bertubuh kecil, kekar, dan berekor sangat pendek. Kepalanya bulat, moncongnya meruncing, dan matanya besar. Rambut tubuhnya halus dan lebat. Pola warnanya berbeda-beda menurut spesies sehingga digunakan pula untuk identifikasi, namun umumnya bervariasi dari cokelat kelabu pucat hingga warna tengguli. Sebuah garis cokelat berjalan dari ubun-ubun hingga tengah punggung atau pangkal ekor. Biasanya terdapat lingkaran gelap yang mengelilingi kedua mata, diseling oleh jalur pucat atau putih yang membujur di antara kedua mata hingga ke dahinya. Di malam hari, matanya memantulkan cahaya obor dengan jelas.[5]
Kukang memanjat dan bergerak di antara ranting dan cabang pohon dengan perlahan-lahan dan hati-hati; hampir tidak pernah melompat.[5] Tangan dan kakinya hampir sama panjang; serta cukup panjang sehingga kukang dapat merentangkan tubuhnya dan berputar untuk meraih ranting yang bertetangga. Tangan dan kaki itu telah mengalami adaptasi sedemikian rupa, sehingga mampu memegang erat rerantingan dalam jangka waktu cukup lama tanpa membuat kukang kelelahan.
Gigitan kukang dikenal berbisa; suatu kemampuan yang jarang terdapat di kalangan mamalia namun khas pada kelompok primata lorisid. Bisa tersebut didapat kukang dengan menjilati sejenis kelenjar di lengannya; racun pada cairan kelenjar itu diaktifkan tatkala bercampur dengan ludah. Gigitan berbisa itu berguna untuk membuat jera pemangsa, dan juga untuk melindungi bayinya dengan menyapukannya pada rambut tubuh anaknya. Sekresi kelenjar lengannya terutama mengandung zat semacam alergen yang dihasilkan kucing, yang kemudian diperkuat dengan racun-racun yang didapat kukang dari makanannya di alam liar. Pemangsa alami kukang yang tercatat, di antaranya, adalah ular, elang brontok, dan orangutan; meskipun diduga jenis-jenis kucing, musang, dan beruang madu juga turut memangsanya.
Perilaku sosial kukang tidak seberapa diketahui, akan tetapi hewan ini salah satunya berkomunikasi lewat bau yang ditinggalkannya di tempat-tempat tertentu. Kukang jantan diketahui memiliki teritori yang dipertahankannya dengan ketat. Binatang ini lambat bereproduksi; anaknya yang masih kecil kadang kala ditinggalkan di rerantingan atau didukung bergantian oleh kedua induknya. Kukang bersifat omnivora; memangsa hewan-hewan kecil, buah-buahan, getah pepohonan, serta pelbagai nabat lainnya.
Marga Nycticebus adalah primata yang tergolong kelompok Strepsirrhini, yang berkerabat erat dengan loris dari India dan Srilanka, serta poto dan angwantibo dari Afrika tropis. Sedikit lebih jauh, kukang juga berkerabat dengan galago dan lemur dari Madagaskar.Cabang keluarga Lorisoidea dipercaya berkembang di Afrika, di mana kebanyakan spesiesnya berada baru belakangan, salah satu kelompoknya bermigrasi ke wilayah Asia dan menurunkan marga loris dan kukang yang dikenal sekarang.
Pada 1785, seorang dokter dan naturalis bangsa Belanda bernama Pieter Boddaert menulis deskripsi ilmiah yang pertama mengenai kukang, yang dinamainya Tardigradus coucang.Deskripsi ini dibuat berdasarkan uraian Thomas Pennant pada tahun 1781 mengenai monyet tak berekor yang diduga adalah kukang sunda, digabungkan dengan tulisan Arnout Vosmaer mengenai kukang benggala.Oleh sebab itu, identitas T. coucang sempat mengalami kesimpang-siuran sebelum pada akhirnya ditetapkan sebagai nama ilmiah kukang sunda.
Meskipun Vosmaer telah menulis mengenai kukang benggala pada 1770, akan tetapi hewan ini baru dideskripsi secara ilmiah pada 1800 oleh Bernard Germain de Lacépède, yang memberinya nama Lori bengalensis.Dua belas tahun kemudian, Étienne Geoffroy Saint-Hilaire mendeskripsi kukang jawa dan menempatkannya dalam marga yang baru, Nycticebus.[20] Nama itu berasal dari kata-kata bahasa Gerika yakni νυκτός (nyktos, malam), dan κῆβος (kêbos, monyet); merujuk pada kebiasaan hewan itu yang bersifat nokturnal.
Selanjutnya berturut-turut dideskripsi kukang borneo (ketika itu dengan nama ilmiah Lemur menagensis) oleh Richard Lydekker pada 1893[24] dan kukang kerdil (Nycticebus pygmaeus) oleh John James Lewis Bonhote pada 1907.Akan tetapi pada 1939 Reginald Innes Pocock merevisinya, dan menganggap bahwa semua kukang itu adalah satu spesies saja, yakni N. coucang.Pandangan ini bertahan selama 30 tahun lebih, sampai pada 1971 ketika Colin Groves meyakini bahwa N. pygmaeus adalah spesies yang berbeda,dan bahwa N. coucang terdiri dari empat subspesies yang berlainan.[
Dengan berkembangnya pengetahuan dan digunakannya analisis genetik sebagai alat bantu, terutama setelah tahun 2000, satu persatu status jenis-jenis kukang itu dipulihkan kembali pada tingkat spesies. Bahkan pada 2012, kajian terhadap variasi pola warna wajah pada N. menagensis mendapatkan bahwa taksa itu terdiri dari empat spesies, yakni kukang bangka, kukang kalimantan, serta spesies baru kukang kayan, selain dari kukang borneo sendiri .
Sejauh ini marga Nycticebus diakui terdiri atas 8 spesies yang masih eksis, yaitu:
Nycticebus bancanus (kukang bangka), menyebar di Pulau Bangka dan Kalimantan barat daya.
Nycticebus bengalensis (kukang benggala), menyebar di wilayah India hingga Thailand.
Nycticebus borneanus (kukang kalimantan), menyebar terbatas (endemik) di Pulau Kalimantan bagian tengah hingga baratdaya.
Nycticebus coucang (kukang sunda), menyebar di Semenanjung Malaya, Sumatera dan kepulauan sekitarnya.
Nycticebus kayan (kukang kayan), menyebar terbatas di Pulau Kalimantan bagian tengah utara, yakni di sebelah utara hulu S. Mahakam dan S. Rajang, hingga di selatan G. Kinabalu.
Nycticebus javanicus (kukang jawa), menyebar terbatas di Pulau Jawa (bagian barat hingga tengah).
Nycticebus menagensis (kukang filipina), menyebar di Pulau Kalimantan bagian utara, termasuk sebagian Kalimantan Timur, hingga ke Kepulauan Sulu di Filipina.
Nycticebus pygmaeus (kukang kerdil), menyebar di Indocina sebelah timur S. Mekong: Yunnan, Laos, Vietnam dan Kamboja.
Kukang menyebar di wilayah-wilayah yang beriklim tropis dan ugahari.Habitat kukang terutama meliputi hutan-hutan hujan primer dan sekunder, rumpun-rumpun bambu dan juga hutan-hutan mangrove. Hewan ini menyukai tutupan hutan dengan tajuk yang tinggi dan padat,meskipun beberapa spesiesnya juga didapati di habitat-habitat yang terganggu seperti wanatani campuran dan bahkan kebun kakao.Mengingat kebiasaan hidupnya yang nokturnal dan karenanya menjadi sukar untuk mengukur kelimpahannya secara akurat, tidak banyak data yang tersedia mengenai ukuran populasi dan pola agihan kukang. Pada umumnya kerapatan temuan individu kukang di alam adalah rendah; suatu analisis gabungan terhadap beberapa kajian lapangan yang menggunakan metode survei transek di Asia Selatan dan Tenggara memperoleh kisaran angka kerapatan temuan antara 0,74 ekor kukang per kilometer untuk N. coucang hingga serendah 0.05 ekor per kilometer untuk N. pygmaeus