TEMPO.CO, Surabaya - Budayawan Emha Ainun Najib menilai upaya pencalonan musikus dangdut Rhoma Irama sebagai presiden merupakan hak setiap warga negara. Bagi Cak Nun, panggilan akrabnya, masing-masing warga negara boleh melakukan apa saja yang mereka anggap baik.
"Saya ndak boleh mengomentari hak orang," kata Cak Nun seusai menjadi pembicara diskusi "A Tribute to: Martin Luther King Jr & KH Abdurrahman Wahid" di Surabaya, Selasa, 22 Januari 2013.
Namun, Emha keberatan dengan aksi Rhoma yang rajin melakukan safari ke pondok pesantren di Jawa Timur untuk mensosialisasikan niatnya. Ia khawatir masyarakat akan tertipu lagi sehingga meminta Pemilu 2014 ditiadakan saja. "Sejauh masih ada yang kayak gitu, masyarakat akan kapusan (tertipu) terus," kata Emha.
Menurut Emha, ibarat mobil, Indonesia sedang rusak. Sehingga yang butuh perbaikan bukan hanya kendaraanya, tapi juga sopir, jalan, dan tujuannya. Dalam pandangan Emha, agar menjadi lebih baik, Indonesia harus bedhol negara. "Kalau masyarakat masih sibuk dengan Rhoma atau Dahlan (Dahlan Iskan, Menteri BUMN) akan kapusan lagi," ujar Emha.
Adik kandung almarhum Presiden KH Abdurrahman Wahid, Lily Wahid, menilai sosok Rhoma kurang mempunyai kekuatan sebagai pemimpin. Padahal, kata Lily, yang dibutuhkan Indonesia saat ini adalah tokoh yang mempunyai kepemimpinan dan memahami problem yang dihadapi bangsa. Rakyat menginginkan kesejahteraan dan kesetaraan di semua kelompok. "Saya ragu Bang Rhoma bisa penuhi hal itu," ujar Lily.
Lily tak memungkiri Rhoma masih populer di kalangan masyarakat, terutama di pedesaan. Namun, popularitas saja dianggap tidak cukup untuk menjadi pemimpin di sebuah negara besar dan plural. "Selama ini Bang Rhoma hanya bergerak di bidang seni dan komunitasnya sendiri," kata Lily.