Dalam raga ada hati, dan dalam hati ada satu ruang tak bernama. Ditanganmu itu tergenggam kunci pintunya.
Ruang itu mungil, isinya lebih halus dari serat sutera. Membuatnya lebih mudah sobek hingga terluka jika ada yang mengusiknya.
Begitu lemahnya ia berbisik, sampai kadang-kadang engkau tak terusik. Hanya kehadiranmu yang terus terasa, dan bila ada apa-apa denganmu, dunianya runtuh bagai pelangi meluruh usai gerimis.
Tahukah engkau bahwa cintamu adalah cahaya untukku. Sinarnya menyilaukan hingga aku tak sanggup melihat sinar yang menyorot dari objek lain.
Engkau cahayaku.
Sinar yang menerangi jalanku.
Mentari yang menghangatkanku.
Semoga tak pernah padam walau ditelan oleh waktu
Ruang itu mungil, isinya lebih halus dari serat sutera. Membuatnya lebih mudah sobek hingga terluka jika ada yang mengusiknya.
Begitu lemahnya ia berbisik, sampai kadang-kadang engkau tak terusik. Hanya kehadiranmu yang terus terasa, dan bila ada apa-apa denganmu, dunianya runtuh bagai pelangi meluruh usai gerimis.
Tahukah engkau bahwa cintamu adalah cahaya untukku. Sinarnya menyilaukan hingga aku tak sanggup melihat sinar yang menyorot dari objek lain.
Engkau cahayaku.
Sinar yang menerangi jalanku.
Mentari yang menghangatkanku.
Semoga tak pernah padam walau ditelan oleh waktu