momon edun
Semprot Kecil
- Daftar
- 18 Nov 2013
- Post
- 92
- Like diterima
- 0
Sebuah cerita ringan
tentang rumah tangga
baru. Ruang tamu sebuah
rumah kecil yang
sederhana. Malam itu
malam jum'at, yang bertepatan dengan
peringatan 40 hari
menikahnya mereka.
Widya terlihat sedang
menyetrika pakaian,
sementara Angga yang melipat dan menyusunnya
ke dalam lemari. Begitulah mereka setiap
harinya, berusaha
kompak di setiap
kesempatan dan kegiatan.
Kalo Widya belanja ke
pasar, Angga yang bertugas membawa
barang belanjaan. Saat
masak, Widya yang
mengulek bumbu, Angga
yang mengirisi sayuran
atau marut kelapa. Waktu makan, Widya yang
mengunyah
makanan, Angga yang
menelan. "Ternyata semua tetek
bengek rumah
tangga, kalo dilakukan
sama-sama terasa
menyenangkan ya, Mas?" "Yaiya dong. Tapi
menurutku kamu jangan
terlalu sibuk deh, Ndud.. "Lho kenapa?" "Ntar kamunya capek.
Aku aja males mikirin
tetek bengek rumah
tangga, mending mikirin
tetek kam... "Heh!" Widya mendelik.
Menodongkan
setrikaan panas. Angga tertawa tanpa
suara. "Udah deh, yuk.
Nyetrikanya dilanjutin
besok. Capek "Tinggal dikit lagi lho ini,
Mas." "Mangkanya jangan
dihabisin. Udah tau
tinggal dikit. Pengiritan,
Ndud, pengiritan.
Hih.." Angga mencabut
colokan setrika. Lalu menarik tangan Widya,
dibawanya duduk di
sofa. "Pinjem hape dong, Ndud,
bentar.
Mau update status: 'Mau
bobo sama istri',
hihihii.. Angga mengambil hape
Widya dan segera log
in akun facebooknya, tapi
ternyata tidak
bisa. Dicoba sekali lagi.
Masih juga tidak bisa. Entah kenapa. "Duh. Susah banget, Ndud,
masuknya.. "Coba diludahin, Mas," usul
Widya sambil
mengedip genit. "Cuih!" Angga meludahi
hape Widya.
"Ya Ampun, hapekuu!
Hapekuu!" Widya
meratapi hapenya.
Diraihnya bantal sofa, dilemparkan ke arah
Angga. "Haha!" Angga
menghindar, sambil
tertawa
ia berlari ke kamar. Ia
berharap Widya akan
mengejar. Tapi apa, sudah hampir 10 menit
Widya belum juga
menyusul.
"Ndud..." Angga
memanggil-mangg il. Tak ada sahutan. Hening.
Angga yang
penasaran akhirnya keluar
kamar. Dicarinya
Widya di ruang tamu,
dapur, kamar mandi, di atas genteng, tapi Widya
tidak ada. "Ndud, kamu dimana? Tadi
tuh ngeludahnya
tuh ga beneran. Cuma suara
doang. Duh,
kamu ini. Ayo dong
keluar. Ga lucu tau udah suami istri gini masih main
petak umpet?" Tetap hening. "Okay, kuhitung sampai
tiga nih, kalo masih
ga mau keluar juga,
kuhitung sampai
sepuluh!" ancam Angga. Widya yang bersembunyi
di belakang lemari
ngikik dalam hati. Hihihi.
Rasain. Angga ga kehilangan akal.
Dengan gesit dia
mematikan seluruh lampu.
Seisi rumah tiba-
tiba gelap gulita. Dan
taktik itu cukup berhasil. "Maass!" Widya berteriak
ketakutan. "Hahaha.." Angga buru-
buru kembali
menyalakan lampu.
Terlihat Widya berdiri
merengut di sudut
ruangan. Sambil tersenyum, Angga
melangkah menghampiri
istrinya itu. "Jahat banget," Widya
merajuk. "Jahat kenapa sih Ndud?" "Pake nanya lagi. Gelap tau
ga sih Mas. Mana
malam jum'at.." Kedua tangan Angga
memegang kepala Widya.
Ditatapnya dalam-dalam.
"Seperti itu juga
rasanya kalo kamu jauh
dariku, Ndud. Gelap." "Gombal!" Widya buang
muka. "Duarius, Ndud, haha" goda
Angga
mengacak-ngacak rambut lurus Widya. Widya tergadah, menatap
wajah Angga yang
7 cm lebih tinggi dari
dirinya. Disentuhnya
wajah itu penuh perasaan.
Angga mendorong tubuh Widya,
dipepetkannya ke
dinding. Pelan tapi pasti
wajahnya mendekati
wajah Widya, yang sudah
menanti berdebar sekaligus tak sabar. Semua titik
diserangnya,
kening, kuping, bibir,
semuanya. Tangan kiri
memegang kepala
belakang Widya, sementara tangan kanan
sudah seperti
lagunya Ayu Ting Ting,
kemana kemana
kemaana. "Kok rambutnya kamu
jadi enggak lurus gini
sih, Ndud?" "Aduh, Mas. Kayaknya
kamu salah pegang
rambut deh ah. Rambut
ketek atau rambut
apa?"
desah Widya. "Ah sudahlah.." Angga ga
peduli dan
meneruskan kegiatannya.
Widya menggeliat. "Kenyal, Ndud.." Angga
berbisik lembut. Widya merangkul erat.
Badannya agak
membukuk menahan
letupan. "Kurawat Mas,
biar Masnya sayang terus
sama Ndud.. "Oh yah?" "Iyah. Kan pribahasa bilang
'tak kenyal maka
tak sayang'?" "Hsshahh.." END
tentang rumah tangga
baru. Ruang tamu sebuah
rumah kecil yang
sederhana. Malam itu
malam jum'at, yang bertepatan dengan
peringatan 40 hari
menikahnya mereka.
Widya terlihat sedang
menyetrika pakaian,
sementara Angga yang melipat dan menyusunnya
ke dalam lemari. Begitulah mereka setiap
harinya, berusaha
kompak di setiap
kesempatan dan kegiatan.
Kalo Widya belanja ke
pasar, Angga yang bertugas membawa
barang belanjaan. Saat
masak, Widya yang
mengulek bumbu, Angga
yang mengirisi sayuran
atau marut kelapa. Waktu makan, Widya yang
mengunyah
makanan, Angga yang
menelan. "Ternyata semua tetek
bengek rumah
tangga, kalo dilakukan
sama-sama terasa
menyenangkan ya, Mas?" "Yaiya dong. Tapi
menurutku kamu jangan
terlalu sibuk deh, Ndud.. "Lho kenapa?" "Ntar kamunya capek.
Aku aja males mikirin
tetek bengek rumah
tangga, mending mikirin
tetek kam... "Heh!" Widya mendelik.
Menodongkan
setrikaan panas. Angga tertawa tanpa
suara. "Udah deh, yuk.
Nyetrikanya dilanjutin
besok. Capek "Tinggal dikit lagi lho ini,
Mas." "Mangkanya jangan
dihabisin. Udah tau
tinggal dikit. Pengiritan,
Ndud, pengiritan.
Hih.." Angga mencabut
colokan setrika. Lalu menarik tangan Widya,
dibawanya duduk di
sofa. "Pinjem hape dong, Ndud,
bentar.
Mau update status: 'Mau
bobo sama istri',
hihihii.. Angga mengambil hape
Widya dan segera log
in akun facebooknya, tapi
ternyata tidak
bisa. Dicoba sekali lagi.
Masih juga tidak bisa. Entah kenapa. "Duh. Susah banget, Ndud,
masuknya.. "Coba diludahin, Mas," usul
Widya sambil
mengedip genit. "Cuih!" Angga meludahi
hape Widya.
"Ya Ampun, hapekuu!
Hapekuu!" Widya
meratapi hapenya.
Diraihnya bantal sofa, dilemparkan ke arah
Angga. "Haha!" Angga
menghindar, sambil
tertawa
ia berlari ke kamar. Ia
berharap Widya akan
mengejar. Tapi apa, sudah hampir 10 menit
Widya belum juga
menyusul.
"Ndud..." Angga
memanggil-mangg il. Tak ada sahutan. Hening.
Angga yang
penasaran akhirnya keluar
kamar. Dicarinya
Widya di ruang tamu,
dapur, kamar mandi, di atas genteng, tapi Widya
tidak ada. "Ndud, kamu dimana? Tadi
tuh ngeludahnya
tuh ga beneran. Cuma suara
doang. Duh,
kamu ini. Ayo dong
keluar. Ga lucu tau udah suami istri gini masih main
petak umpet?" Tetap hening. "Okay, kuhitung sampai
tiga nih, kalo masih
ga mau keluar juga,
kuhitung sampai
sepuluh!" ancam Angga. Widya yang bersembunyi
di belakang lemari
ngikik dalam hati. Hihihi.
Rasain. Angga ga kehilangan akal.
Dengan gesit dia
mematikan seluruh lampu.
Seisi rumah tiba-
tiba gelap gulita. Dan
taktik itu cukup berhasil. "Maass!" Widya berteriak
ketakutan. "Hahaha.." Angga buru-
buru kembali
menyalakan lampu.
Terlihat Widya berdiri
merengut di sudut
ruangan. Sambil tersenyum, Angga
melangkah menghampiri
istrinya itu. "Jahat banget," Widya
merajuk. "Jahat kenapa sih Ndud?" "Pake nanya lagi. Gelap tau
ga sih Mas. Mana
malam jum'at.." Kedua tangan Angga
memegang kepala Widya.
Ditatapnya dalam-dalam.
"Seperti itu juga
rasanya kalo kamu jauh
dariku, Ndud. Gelap." "Gombal!" Widya buang
muka. "Duarius, Ndud, haha" goda
Angga
mengacak-ngacak rambut lurus Widya. Widya tergadah, menatap
wajah Angga yang
7 cm lebih tinggi dari
dirinya. Disentuhnya
wajah itu penuh perasaan.
Angga mendorong tubuh Widya,
dipepetkannya ke
dinding. Pelan tapi pasti
wajahnya mendekati
wajah Widya, yang sudah
menanti berdebar sekaligus tak sabar. Semua titik
diserangnya,
kening, kuping, bibir,
semuanya. Tangan kiri
memegang kepala
belakang Widya, sementara tangan kanan
sudah seperti
lagunya Ayu Ting Ting,
kemana kemana
kemaana. "Kok rambutnya kamu
jadi enggak lurus gini
sih, Ndud?" "Aduh, Mas. Kayaknya
kamu salah pegang
rambut deh ah. Rambut
ketek atau rambut
apa?"
desah Widya. "Ah sudahlah.." Angga ga
peduli dan
meneruskan kegiatannya.
Widya menggeliat. "Kenyal, Ndud.." Angga
berbisik lembut. Widya merangkul erat.
Badannya agak
membukuk menahan
letupan. "Kurawat Mas,
biar Masnya sayang terus
sama Ndud.. "Oh yah?" "Iyah. Kan pribahasa bilang
'tak kenyal maka
tak sayang'?" "Hsshahh.." END