awal dari pelajaran temen gw di iran di ajarin soal isa almasih...
dia di tanya mungkin ga Tuhan datang sebagai Manusia untuk menyelamatkan Manusia?
dan temen gw jawab ga mungkin..
dan di tanya lagi kenapa ga mungkin?
da dia bilang ga tau...
mau tau kenapa ga mungkin?
siapa yang lebih besar Tuhan atau Manusia? kalau Tuhan lebih besar dari pada manusia lalu apa perlunya tuhan datang sebagai manusia?
kalau tuhan datang sebagai manusia untuk menolong manusia maka manusia lebih besar dari pada Tuhan, karena Tuhan harus datang sebagai manusia untuk menolong manusia. apakah saya harus menjadi kucing untuk menolong kucing? atau saya harus menjadi diri saya sendiri untuk menolong kucing?
apakah tangan Tuhan kurang panjang sehingga dia menjadi manusia untuk menolong manusia?
taurat mengatakan Tuhan bukan manusia dan bukan anak manusia apakah Tuhan berbohong? kalau Tuhan datang sebagai manusia lalu tuhan berbohong
karena sebelumnya dia katakan dia bukan manusia. kalau tuhan itu kekal maka dia tidak berubah, kalau tuhan datang sebagai manusia maka dia tidak kekal karena dia pun tidak memegang perkataannya sendiri...tetapi Tuhan kekal dan dia tidak berubah dia bukan mahluk ciptaan dan tidak pernah datang sebagai mahluk ciptaan. apa tujuannya dia datang sebagai manusia? menyelamatkan?
apakah saat dia menciptakan langit dan bumi dia harus menjadi manusia? lalu kenapa saat menolong manusia yang esensinya debu dia harus menjadi manusia? kontradiksi dengan perkataan Tuhan sendiri.
Nabi isa pernah di tanya oleh orang yahudi...
guru yang" baik"
lalu nabi isa mengatakan "kenapa engkau memanggil aku "baik" hanya Tuhan yang baik.
kalau nabi isa itu Tuhan lalu kenapa Nabi isa menjawab demikian? bukankah dia Tuhan? lalu kenapa dia menunjuk kepada Esensi lain sebagai yang baik?
nabi isa punya Tuhan dan dia beribadah kepada Tuhan, dia di utusan Tuhan. kalau nabisa isa itu Tuhan kenapa dia di utus?
SIAPA YANG BISA MENGUTUS TUHAN?
Ane jadi mau komentar. Dari penjelasan di atas, manusia terkesan memberikan suatu justifikasi kepada Yang Maha Kuasa atas nalar mereka sendiri.
Pertanyaan "kalau Tuhan lebih besar dari pada manusia lalu apa perlunya tuhan datang sebagai manusia?" itu sama dengan
"kalau Tuhan itu Maha Baik, mengapa Tuhan menciptakan manusia tidak baik?" dan berbagai jenis pertanyaan serupa lainnya yang mempertanyakan ke-tidak-konsistenannya Tuhan.
Untuk pertanyaan kedua, tentu akan ada yang memberikan jawaban seperti "Itu agar manusia yang dipilih Tuhan sadar bahwa orang-orang jahat merupakan "alat" untuk menyadarkan manusia pilihan Tuhan supaya berbuat baik" dan berbagai jenis jawaban serupa yang memberikan pembenaran atas tindakan Tuhan tersebut.
Kalau seperti itu, tentu saja hal yang sama bisa diterapkan untuk memberkan jawaban terhadap pertanyaan pertama tentang "perlunya Tuhan datang sebagai manusia".
Persoalan ini tidak akan ada habisnya dibahas karena masing-masing orang punya "keyakinan" dan "iman" masing-masing sehingga "sulit" untuk disatukan. "Iman" dan "keyakinan" itu datangnya dari "hati" sementara penjelasan dan nalar di atas itu datangnya dari "otak". "Hati" dan "otak" sering tidak sejalan.
Ane mau tahu, temen suhu si A itu tentu baca kitabnya yang ditulis dari kanan ke kiri dan dia tentu sudah baca kisah penciptaan, bukan? Dalam bahasa aslinya, bagaimana nomina Sang Maha Kuasa ditulis? Apakah ditulis dalam bentuk jamak atau bentuk tunggal? Lalu apakah kata kerjanya ditulis dalam bentuk kata kerja untuk subjek tunggal atau subjek jamak?
Masih dalam kisah penciptaan, saat Sang Maha Kuasa menciptakan manusia, apa yang dikatakan oleh-Nya? Setidaknya dalam bahasa Indonesia perkataanya adalah seperti ini: "Baiklah
Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa
Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi."
Satu lagi, di awal kisah penciptaan ketika langit dan bumi baru diciptakan, bagaimana Sang Maha Kuasa digambarkan? Kutipan dalam bahasa Indonesia mengatakan "Bumi belum berbentuk dan kosong; gelap gulita menutupi samudera raya, dan
Roh Allah melayang-layang di atas permukaan air". Dalam bahasa Ibrani, frase bercetak tebal ini dikatakan tertulis "
ruach" yang artinya "roh, angin, napas" tergantung konteks.
Kisah penciptaan dalam kitab tersebut itu konon ditulis oleh Musa dengan panduan dari Sang Maha Kuasa. Kisah yang ditulis seperti ini pun sudah cukup untuk membuat otak kita berpikir "mengapa Tuhan terkesan ada lebih dari satu?", "Tuhan punya roh, ya?" dan pertanyaan lainnya.
Bila memang Tuhan itu Maha Kuasa, tentu bukan hal sulit bagi-Nya untuk mengejawantahkan diri-Nya dalam berbagai persona. Otak manusia yang terbatas ini tentu tidak bisa memahami sepenuhnya citra Tuhan apalagi memberikan justifikasi Tuhan itu seperti apa.
Einstein saja pernah berkata "Tuhan tidak bermain dadu" terhadap teori mekanika kuantum. Ia tidak percaya bahwa dalam skala sangat kecil, partikel bisa memiliki dua sifat: sebagai partikel (benda) atau sebagai gelombang. Apalagi munculnya prinsip ketidakpastian Heisenberg: (hampir) tidak mungkin untuk mengukur dua besaran secara bersamaan, misalnya posisi dan momentum suatu partikel.
Namun sayangnya, kali ini Einstein harus mengakui bahwa alam semesta bekerja kurang lebih seperti hal yang disangkalnya itu. Yang Maha Kuasa sudah "bermain hal yang tidak pasti" dalam level sangat kecil; setidaknya itu menurut pemahaman sains saat ini dan ini bisa berkembang/berubah di kemudian hari.
Makanya ane lebih suka menerima banyak informasi baru terkait hal-hal tentang semesta, baik itu tentang Zat Maha Kuasa, kisah-kisah unik masa lalu, dan lain-lain untuk dicari benang merahnya. Ini semua cuma puzzle, kok.