bigoldlover
Kakak Semprot
- Daftar
- 22 Dec 2012
- Post
- 198
- Like diterima
- 1.219
Kali ini Gw mau share tentang urban legend yg ada di Sumatera, Cindaku.
Cindaku itu sebutan untuk manusia harimau yang storynya bisa ditemuin di beberapa daerah di tanah Sumatera, seperti Lampung, Palembang, Jambi, Minangkabau, sampe Riau. Ada beragam versi, intinya sih masing2 punya kemiripan satu sama lain.
Berikut ulasan gw berdasarkan cerita2 orang sini dan sedikit bantuan dari mbah google, sorry kalo ada kekeliruan bagi mereka yg lebih ngerti dari gw.
Referensi yg agak lengkap berasal dari daerah dataran tinggi Gunung Kerinci, Jambi. Menurut kepercayaan masyarakat sini, manusia itu punya hubungan batin dengan harimau.
Legenda yg ada di masyarakat tentang manusia cindaku katanya warisan dari nenek moyang mereka yang punya peran penting untuk pelestarian hutan di wilayah itu, sebagai habitat asli dari harimau Sumatra. Diceritain dalam legenda Cindaku tentang adanya perjanjian yang dilakukan oleh nenek moyang mereka yang disebut Tingkas, dengan harimau yang tinggal di suatu hutan di wilayah Kerinci. Perjanjian itu isinya tentang pembagian wilayah, antara wilayah hunian harimau dan wilayah manusia. Nah kalo versi daerah sini, manusia Cindaku ini eksis berdasarkan garis keturunan.
Kalo story telling dari daerah lain semisal Sumatra Selatan, Jambi atau Minang, "gifted" cindaku ini bisa juga dipelajarin, it's kind of black magic, ilmu hitam, utk tujuan tertentu, bisa untuk niat jahat atau baik.
Keseharian half-man half- tiger ini kayak orang biasa, berbaur, ramah, cari nafkah, dllnya. Ciri2 yg membedakan dengan orang normal, mereka gak punya garis lekukan antara bawah hidung dan atas bibir, plain gitu aja, rata.
Yang kedua, mereka sungkan untuk ngomong berhadapan muka (gak demen liat jidat manusia, dari berbagai cerita serangan harimau di negara2 lain pun, harimau gak pernah menyerang dari arah depan).
Selanjutnya, mereka suka make baju berwarna hitam, atau bercorak (kayak batik atau loreng) dan berwarna gelap. Ciri lainnya, kalo laki2 selalu berkumis lebat, dan yg perempuan juga punya kumis tapi agak samar (gak asik dong cantik tapi kumisnya kayak Pak Raden).
Dan yg terakhir mereka selalu memanggul sesuatu di belakang punggungnya, entah itu senapan, buntelan kain, berselempang syal atau kain sarung, dllnya ( katanya kamuflase untuk nutupin ekor harimaunya ).
Once upon a time, waktu gw kecil, kita sekeluarga sering traveling dari Lampung ke Jambi ngunjungin keluarga besarnya nyokap, (biasanya moment Lebaran), sekitar dekade 80 an, ada kejadian yg mungkin berkaitan dengan urban legend ini.
Perjalanan antar provinsi di sumatra waktu itu berat, man. Sebagian besar interior dan eksterior bisnya aja dari kayu, bus2 yg top waktu itu PO Jaya Bersama, entah masih eksis atau gak sampai sekarang.
Bahkan waktu itu belom ada jalan lintas sumatra, kebanyakan jalurnya masih tanah lempung keras, kalo udah masuk pelosok kawasan hutan, jembatan yg harus kita lewatin biasanya semi permanen atau darurat. Artinya penumpang harus turun, berduyun2 jalan kaki meniti jembatan kayu ini dan nunggu busnya nyebrang kosong dengan penuh hati2.
Sebagai perbandingan, sekarang jarak tempuh jalan darat Palembang - Jambi cuma 5 - 6 jam, jaman itu? Bisa 1 hari 2 malem kalo musim ujan, bayangin aja..
Ini kejadiannya juga waktu mau mudik lebaran, lokasinya sekitar daerah Betung otw to Jambi, sudah di luar kota Palembang. Musim ujan, jalan yg masih tanah liat itu rusak berat pokoknya, berlubang2, banyak kolam dadakan ditengah jalan yg lebarnya cuma 4-5 meter.
Kita sampe di jembatan penyebrangan darurat itu mendekati tengah malem, gw dan brader2 yg lain lg seru2nya tidur sambil ngiler. Kita semua kepaksa harus turun dari bus, iring2an nyebrang dengan bantuan lampu dari bus.
Waktu kejadian seremnya sih gw belom ngerti banget, umur sekitar 7 tauan gitu dan ngantuk pula. Baru beberapa taun kemudian iseng ngobrol mengingat romansa masa kecil, diceritain ulang sama nyokap, gw baru ngeh sambil nginget beberapa moment yg gw liat sendiri.
So, bus baru kelar nyebrang, para penumpang lagi berteduh di warung kampung di pinggir jalan itu, hujan belom sepenuhnya berenti. Tiba2 ada ibu2 tereak panik kehilangan anak laki2nya 1 ( kira2 seumuran gw waktu itu), bayangin aja tengah malem, di negri antah berantah, dikelilingin hutan belantara dan gerimis pula. Orang2 pada syok, nyokap langsung ngebekep gw dan brader yg lain, insting aja mau mastiin kita aman dan waspada.
Bersyukur pemilik warung inisiatif bantu, dipanggil deh pemuka desa dan orang2 lokal, gabung sama para penumpang yg laki2 (termasuk bokap) masuk dari pinggir hutan untuk nyari.
Sambil neriakin nama si anak, mereka mukul kentongan, dandang, kuali atau apa aja yg bikin suara heboh dan berisik, mereka berkeliling nelusurin jejak arah perginya si anak ilang. Sesuai kearifan lokal, katanya hewan buas di hutan ngeri dan kagok kalo diteror suara rame gitu.
Sekitar 1 jam syukurnya ketemu, waktu dievakuasi ni anak lagi duduk kebingungan di bawah pohon duren, semua orang pada lega.
Dari cerita nyokap, diawal2 perjalanan dilanjutin, ni anak masih teriak2 histeris, ketakutan. Sesudah agak tenang, kemudian dia cerita, awalnya dia kepengen makan bakso yg mangkal sendirian di seberangan warung, agak dipojok, tanpa feeling apa2 dia ngedatengin.
Terus tau2 blank, sadar2nya dia ngerasa lagi jalan masuk ke hutan. tapi bukan kakinya yg ngelangkah, tapi duduk di atas punggung si Oom tukang bakso yg berjalan ala mamalia besar berkaki empat. Dan waktu orang2 dateng nyusul, tiba2 dia udah ngedeprok di batang pohon dan berhadapan sama harimau besar gitu selama beberapa detik, terus sosok serem itu menghilang dengan cepat di balik semak. Widih..
***
Sekitar taun 2007, gw dan sodara2 sepupu pernah jalan2 ke Gunung Kerinci (3,805 mdpl), nama desanya Kayu Aro (11 jam perjalanan dari Jambi,atau 4 jam dari Padang Pesisir). Hawanya dingin banget, Puncak mah kalah.
Gunung Kerinci termasuk dalam kawasan konservasi Taman Nasional Kerinci Seblat (hampir 1,5 jt hektar). Flora dan faunanya lengkap, di dalamnya ada juga legenda dan misteri Uhang Pendek (orang pendek), sejenis komunitas manusia2 kecil berbulu mirip primata yg susah dilacak, tp beberapa kali diketemuin penduduk lokal. Sampe pernah peneliti dari UNICEF pernah nongkrong di sini beberapa taun, tapi gagal untuk ketemu, cuma ada bayangan2 bergerak cepat terekam kamera, agan boleh liat di google.
Di bawah gunung berapi non aktif ini, sejauh mata memandang agan2 bakal disuguhin view indahnya perkebunan Black Tea tertua dan terbesar di Asia, kualitas no 1, dibikin waktu Jaman Belanda ( sekitar 2,500 hektar). Orang2 desanya kebanyakan keturunan Jawa (logat dan dialeknya masih kentara), generasi kedua atau ketiga, kakek nenek mereka katanya korban program tanam paksa jamannya Meneer dulu, di bawa dari Jawa sampe kemari, gak kebayang sesusah apanya akses ke sini waktu jaman baheula.
Kita sempet jalan2 sampe ke kaki Gunung keren ini, padahal sekitar 200 meter lagi bakal sampe ke danau Gunung Tujuh (danau tertinggi se Asia Tenggara). Tapi anak pemilik penginapan yg nganterin kita itu ngelarang, katanya sudah sore, itu jam2nya para harimau minum atau kongkow2 gitu deh. Sayangnya besok paginya kita udah harus balik ke kota Sungai Penuh (ibu kota kabupaten Kerinci), jadi gak sempet ke danau itu lagi.
Waktu iseng nanya ke si anak pemilik motel itu soal legenda Cindaku, dia cuma tersenyum penuh makna. Cerita soal cindaku itu emang bener ada, tapi orang2 desa agak menghindar untuk ngebahas ini dengan orang luar, bukan karena takut tapi lebih karena menghormati warisan leluhur berikut legendanya. Entah garis keturunan Cindaku ini masih berlanjut atau gak, dia bilang belum pernah ngeliat langsung, tapi generasi bokapnya yakin tentang keberadaan mereka.
Cindaku itu sebutan untuk manusia harimau yang storynya bisa ditemuin di beberapa daerah di tanah Sumatera, seperti Lampung, Palembang, Jambi, Minangkabau, sampe Riau. Ada beragam versi, intinya sih masing2 punya kemiripan satu sama lain.
Berikut ulasan gw berdasarkan cerita2 orang sini dan sedikit bantuan dari mbah google, sorry kalo ada kekeliruan bagi mereka yg lebih ngerti dari gw.
Referensi yg agak lengkap berasal dari daerah dataran tinggi Gunung Kerinci, Jambi. Menurut kepercayaan masyarakat sini, manusia itu punya hubungan batin dengan harimau.
Legenda yg ada di masyarakat tentang manusia cindaku katanya warisan dari nenek moyang mereka yang punya peran penting untuk pelestarian hutan di wilayah itu, sebagai habitat asli dari harimau Sumatra. Diceritain dalam legenda Cindaku tentang adanya perjanjian yang dilakukan oleh nenek moyang mereka yang disebut Tingkas, dengan harimau yang tinggal di suatu hutan di wilayah Kerinci. Perjanjian itu isinya tentang pembagian wilayah, antara wilayah hunian harimau dan wilayah manusia. Nah kalo versi daerah sini, manusia Cindaku ini eksis berdasarkan garis keturunan.
Kalo story telling dari daerah lain semisal Sumatra Selatan, Jambi atau Minang, "gifted" cindaku ini bisa juga dipelajarin, it's kind of black magic, ilmu hitam, utk tujuan tertentu, bisa untuk niat jahat atau baik.
Keseharian half-man half- tiger ini kayak orang biasa, berbaur, ramah, cari nafkah, dllnya. Ciri2 yg membedakan dengan orang normal, mereka gak punya garis lekukan antara bawah hidung dan atas bibir, plain gitu aja, rata.
Yang kedua, mereka sungkan untuk ngomong berhadapan muka (gak demen liat jidat manusia, dari berbagai cerita serangan harimau di negara2 lain pun, harimau gak pernah menyerang dari arah depan).
Selanjutnya, mereka suka make baju berwarna hitam, atau bercorak (kayak batik atau loreng) dan berwarna gelap. Ciri lainnya, kalo laki2 selalu berkumis lebat, dan yg perempuan juga punya kumis tapi agak samar (gak asik dong cantik tapi kumisnya kayak Pak Raden).
Dan yg terakhir mereka selalu memanggul sesuatu di belakang punggungnya, entah itu senapan, buntelan kain, berselempang syal atau kain sarung, dllnya ( katanya kamuflase untuk nutupin ekor harimaunya ).
Once upon a time, waktu gw kecil, kita sekeluarga sering traveling dari Lampung ke Jambi ngunjungin keluarga besarnya nyokap, (biasanya moment Lebaran), sekitar dekade 80 an, ada kejadian yg mungkin berkaitan dengan urban legend ini.
Perjalanan antar provinsi di sumatra waktu itu berat, man. Sebagian besar interior dan eksterior bisnya aja dari kayu, bus2 yg top waktu itu PO Jaya Bersama, entah masih eksis atau gak sampai sekarang.
Bahkan waktu itu belom ada jalan lintas sumatra, kebanyakan jalurnya masih tanah lempung keras, kalo udah masuk pelosok kawasan hutan, jembatan yg harus kita lewatin biasanya semi permanen atau darurat. Artinya penumpang harus turun, berduyun2 jalan kaki meniti jembatan kayu ini dan nunggu busnya nyebrang kosong dengan penuh hati2.
Sebagai perbandingan, sekarang jarak tempuh jalan darat Palembang - Jambi cuma 5 - 6 jam, jaman itu? Bisa 1 hari 2 malem kalo musim ujan, bayangin aja..
Ini kejadiannya juga waktu mau mudik lebaran, lokasinya sekitar daerah Betung otw to Jambi, sudah di luar kota Palembang. Musim ujan, jalan yg masih tanah liat itu rusak berat pokoknya, berlubang2, banyak kolam dadakan ditengah jalan yg lebarnya cuma 4-5 meter.
Kita sampe di jembatan penyebrangan darurat itu mendekati tengah malem, gw dan brader2 yg lain lg seru2nya tidur sambil ngiler. Kita semua kepaksa harus turun dari bus, iring2an nyebrang dengan bantuan lampu dari bus.
Waktu kejadian seremnya sih gw belom ngerti banget, umur sekitar 7 tauan gitu dan ngantuk pula. Baru beberapa taun kemudian iseng ngobrol mengingat romansa masa kecil, diceritain ulang sama nyokap, gw baru ngeh sambil nginget beberapa moment yg gw liat sendiri.
So, bus baru kelar nyebrang, para penumpang lagi berteduh di warung kampung di pinggir jalan itu, hujan belom sepenuhnya berenti. Tiba2 ada ibu2 tereak panik kehilangan anak laki2nya 1 ( kira2 seumuran gw waktu itu), bayangin aja tengah malem, di negri antah berantah, dikelilingin hutan belantara dan gerimis pula. Orang2 pada syok, nyokap langsung ngebekep gw dan brader yg lain, insting aja mau mastiin kita aman dan waspada.
Bersyukur pemilik warung inisiatif bantu, dipanggil deh pemuka desa dan orang2 lokal, gabung sama para penumpang yg laki2 (termasuk bokap) masuk dari pinggir hutan untuk nyari.
Sambil neriakin nama si anak, mereka mukul kentongan, dandang, kuali atau apa aja yg bikin suara heboh dan berisik, mereka berkeliling nelusurin jejak arah perginya si anak ilang. Sesuai kearifan lokal, katanya hewan buas di hutan ngeri dan kagok kalo diteror suara rame gitu.
Sekitar 1 jam syukurnya ketemu, waktu dievakuasi ni anak lagi duduk kebingungan di bawah pohon duren, semua orang pada lega.
Dari cerita nyokap, diawal2 perjalanan dilanjutin, ni anak masih teriak2 histeris, ketakutan. Sesudah agak tenang, kemudian dia cerita, awalnya dia kepengen makan bakso yg mangkal sendirian di seberangan warung, agak dipojok, tanpa feeling apa2 dia ngedatengin.
Terus tau2 blank, sadar2nya dia ngerasa lagi jalan masuk ke hutan. tapi bukan kakinya yg ngelangkah, tapi duduk di atas punggung si Oom tukang bakso yg berjalan ala mamalia besar berkaki empat. Dan waktu orang2 dateng nyusul, tiba2 dia udah ngedeprok di batang pohon dan berhadapan sama harimau besar gitu selama beberapa detik, terus sosok serem itu menghilang dengan cepat di balik semak. Widih..
***
Sekitar taun 2007, gw dan sodara2 sepupu pernah jalan2 ke Gunung Kerinci (3,805 mdpl), nama desanya Kayu Aro (11 jam perjalanan dari Jambi,atau 4 jam dari Padang Pesisir). Hawanya dingin banget, Puncak mah kalah.
Gunung Kerinci termasuk dalam kawasan konservasi Taman Nasional Kerinci Seblat (hampir 1,5 jt hektar). Flora dan faunanya lengkap, di dalamnya ada juga legenda dan misteri Uhang Pendek (orang pendek), sejenis komunitas manusia2 kecil berbulu mirip primata yg susah dilacak, tp beberapa kali diketemuin penduduk lokal. Sampe pernah peneliti dari UNICEF pernah nongkrong di sini beberapa taun, tapi gagal untuk ketemu, cuma ada bayangan2 bergerak cepat terekam kamera, agan boleh liat di google.
Di bawah gunung berapi non aktif ini, sejauh mata memandang agan2 bakal disuguhin view indahnya perkebunan Black Tea tertua dan terbesar di Asia, kualitas no 1, dibikin waktu Jaman Belanda ( sekitar 2,500 hektar). Orang2 desanya kebanyakan keturunan Jawa (logat dan dialeknya masih kentara), generasi kedua atau ketiga, kakek nenek mereka katanya korban program tanam paksa jamannya Meneer dulu, di bawa dari Jawa sampe kemari, gak kebayang sesusah apanya akses ke sini waktu jaman baheula.
Kita sempet jalan2 sampe ke kaki Gunung keren ini, padahal sekitar 200 meter lagi bakal sampe ke danau Gunung Tujuh (danau tertinggi se Asia Tenggara). Tapi anak pemilik penginapan yg nganterin kita itu ngelarang, katanya sudah sore, itu jam2nya para harimau minum atau kongkow2 gitu deh. Sayangnya besok paginya kita udah harus balik ke kota Sungai Penuh (ibu kota kabupaten Kerinci), jadi gak sempet ke danau itu lagi.
Waktu iseng nanya ke si anak pemilik motel itu soal legenda Cindaku, dia cuma tersenyum penuh makna. Cerita soal cindaku itu emang bener ada, tapi orang2 desa agak menghindar untuk ngebahas ini dengan orang luar, bukan karena takut tapi lebih karena menghormati warisan leluhur berikut legendanya. Entah garis keturunan Cindaku ini masih berlanjut atau gak, dia bilang belum pernah ngeliat langsung, tapi generasi bokapnya yakin tentang keberadaan mereka.