Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Kumpulan puisi recehan saya

Nyelipin puisi orang boleh kan, selagi kehabisan ide.. Ngebaca puisi almarhum Gie ini, serasa indera penciuman menangkap wewangian embun dan aneka aroma lantai hutan..

“Mandalawangi-Pangrango” puisi oleh Soe Hok Gie

Senja ini, ketika matahari turun
Ke dalam jurang-jurangmu
Aku datang kembali
Ke dalam ribaanmu, dalam sepimu
Dan dalam dinginmu
Walaupun setiap orang berbicara tentang manfaat dan guna
Aku bicara padamu tentang cinta dan keindahan
Dan aku terima kau dalam keberadaanmu
Seperti kau terima daku
Aku cinta padamu, Pangrango yang dingin dan sepi
Sungaimu adalah nyanyian keabadian tentang tiada
Hutanmu adalah misteri segala
Cintamu dan cintaku adalah kebisuan semesta
Malam itu ketika dingin dan kebisuan
Menyelimuti Mandalawangi
Kau datang kembali
Dan bicara padaku tentang kehampaan semua
“hidup adalah soal keberanian,
Menghadapi yang tanda tanya
Tanpa kita bisa mengerti, tanpa kita bisa menawar
Terimalah, dan hadapilah”
Dan antara ransel-ransel kosong
Dan api unggun yang membara
Aku terima itu semua
Melampaui batas-batas hutanmu
Aku cinta padamu Pangrango
Karena aku cinta pada keberanian hidup
Djakarta 19-7-1966
Soe Hok Gie
 
Kanak-kanak beda dunia - bagian 2

Mungkin duniamu itu
Punya setingkat dimensi di atas warna
Punya labirin tinggi, menyisakan segaris langit
Punya danau tak terselami,
Setiap kau coba selami,
Kau kembali menghadapi permukaan
Dan berulang lagi
Riuh gonggongan tak pernah mengusikmu
Tak bertenaga tembusi dimensimu
Bagimu, gonggongan demi gonggongan
Hanya sekawanan debu yang terbang
Di cahaya yang menerobos duniamu
Dan benar adanya, dunia tidak membagi rasa kasihan
Tidak, nak
Dunia sudah cukup membuat irisan kuenya
Biar duniamu tetap sunyi
Dan saatnya engkau mulai menoleh,
Dapatilah seorang pria beruban tersenyum
Yang juga sampai detik ini
Menunggumu di dalam danau
Yang belum sanggup kau selami
Yang selalu menata kembali kepingan dirimu

-kopi & kanak2 yang tertidur di seperempat malam
 
Tanpa judul

Jalan setapak yang dingin itu
Melantunkan langkahku
Kepada guguran daun
Pada akar yang setua negri
Pada pakis yang tak menyia-nyiakan
Setiap jengkal halaman hutan
Begitu cepat suara-suara bertukar cerita
Dihantarkan kelembaban yang menafasi hutan
Aku rindu menjadi bagiannya
Yang lama terbuang dari kodrat manusia
Disini, tidak ada kesia-siaan
Semua ambil bagian, hampir sempurna
kecuali dia! Kata pepohonan
Dan akupun tersandung sebuah akar
Dan terbangun berlapis peluh
Pada sebuah siang yang panas

Terngiang penggalan lagu The Mercy's
... Anggaplah itu mimpi di hari siang...
*harus cepat bikin kopi ben waras
 
Dulu sekali, sekali waktu, seorang guru bercerita
Kira-kira gini, semua karya seni (dalam hal ini puisi) lahir dari kegelisahan jiwa. Kalau tidak gelisah, pelukis cukup menggambar apel di jendela. Penulis cukup menulis berita di surat kabar. Sekhian

*ini cuma uneg2, bukan puisi
*kopi sih ada, tapi sptnya kurang pekat
 
Dulu sekali, sekali waktu, seorang guru bercerita
Kira-kira gini, semua karya seni (dalam hal ini puisi) lahir dari kegelisahan jiwa. Kalau tidak gelisah, pelukis cukup menggambar apel di jendela. Penulis cukup menulis berita di surat kabar. Sekhian

*ini cuma uneg2, bukan puisi
*kopi sih ada, tapi sptnya kurang pekat
Keren gurunya, bang... Jd inget dulu zaman SD aku di suruh bawa buah untuk digambar...:rolleyes:
 
Tidak seremeh itu

Tidak sampai di ujung kotamu
Kalau hanya erat desah yang kucari
Aku mencarimu, seluruhmu
Aku penghujan yang memeliharamu
Seperti lumut yang riang dibawah derai hujan
Aku menamaimu cinta, kupikirkan masak-masak
Seperti ibuku menamaiku dulu
Aku rintik jinak di halamanmu
Sehingga tak perlu kau kembangkan payung
Terima saja diriku
Terima saja, seperti setapak batu
Menerima tiap guguran daun

-sepertiga malam, stok kopi habis-
 
Tidak seremeh itu

Tidak sampai di ujung kotamu
Kalau hanya erat desah yang kucari
Aku mencarimu, seluruhmu
Aku penghujan yang memeliharamu
Seperti lumut yang riang dibawah derai hujan
Aku menamaimu cinta, kupikirkan masak-masak
Seperti ibuku menamaiku dulu
Aku rintik jinak di halamanmu
Sehingga tak perlu kau kembangkan payung
Terima saja diriku
Terima saja, seperti setapak batu
Menerima tiap guguran daun

-sepertiga malam, stok kopi habis-
Wah cakepz! 😍 Akhirnya abang nulis lagi. Kok bisa barengan sih? Aku juga baru mau nyetor 🤭
 
-berkemah-

Di lingkupan pepohonan diam
Api kemeretak berlarian ke hitamnya malam
Kusandarkan letihku
Di antara cadas kelam
Kuusir dingin dengan menghadirkanmu
Dan kutanya kau
"Masihkah bisa kita apa adanya lagi? "
Dan lalu deru angin menyiagakan ranting-ranting
"Tidak" Sedingin malam di tepian tebing ini
Mengapa?
Padahal masih ingin kupagut rekahan bibirmu
Masih ingin kusatukan diriku dengan dirimu
Karena dingin sekali disini
Sedangkan hangat sekali ketika kau hisap sariku
Di balik kemah ini
Malam kian memanjang
Seakan fajar tak kunjung tiba
Namun saat ini
Hanya aku, api unggun dan sepatu boots
Karena katamu,
Hanya jika aku menyediakan 20 juta per bulan
Barulah kita berbicara lagi
Barulah kita boleh menulis kisah lagi
Barulah bisa kunikmati lagi bibir tipismu

*1/3 malam bersama yang terbuang
 
-berkemah-

Di lingkupan pepohonan diam
Api kemeretak berlarian ke hitamnya malam
Kusandarkan letihku
Di antara cadas kelam
Kuusir dingin dengan menghadirkanmu
Dan kutanya kau
"Masihkah bisa kita apa adanya lagi? "
Dan lalu deru angin menyiagakan ranting-ranting
"Tidak" Sedingin malam di tepian tebing ini
Mengapa?
Padahal masih ingin kupagut rekahan bibirmu
Masih ingin kusatukan diriku dengan dirimu
Karena dingin sekali disini
Sedangkan hangat sekali ketika kau hisap sariku
Di balik kemah ini
Malam kian memanjang
Seakan fajar tak kunjung tiba
Namun saat ini
Hanya aku, api unggun dan sepatu boots
Karena katamu,
Hanya jika aku menyediakan 20 juta per bulan
Barulah kita berbicara lagi
Barulah kita boleh menulis kisah lagi
Barulah bisa kunikmati lagi bibir tipismu

*1/3 malam bersama yang terbuang
Dateng2 jd jutawan nih keknya... 🤭 Selalu sedaph puisinya, bang. 😍
 
Dunia kami

Tanah basah penghabisan musim ini
Memanggil kembali
Pendopo-pendopo bertiang kayu
Aula beratap rendah dengan jejeran angklung
Dan di sebelahnya, tak jarang kuberlutut
Menyalakan lilin, hanya sebatang
Lalu panjatkan Salam Maria
Kutatap ke lapangan kosong
Masih sama, kanak-kanakku berlarian
Diantara debu dan kelereng
'Papa sudah bewdoa'
Sejenak kutersadar
Aku, yang dulu berhamburan debu
Di lapangan kosong itu
Kini mewujud di hadapanku
Putraku yang dikasihi Tuhan
Ya, aku sering bilang
Padanya "kamu dan anak autis lainnya paling dikasihi Tuhan"
Kami pun berpamitan pada tempat itu
Aku, anakku dan kanak-kanakku
Dalam dunia kecil kami
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd