Kalo perkiraan ogut mah gan poci nya sekitar 2 meter lebih...Kok dada keatas ga diliat?
Wiu...wiu.....wiu....pak Bardi datang sekaligus mengingatkan kale...hu...barang kali pak Er We luffaSuatu ketika, Mamang sedang sendirian di rumah, isteri dan anak Mamang sedang menginap di rumah keluarga yang nikahan.
Malam itu hujan agak gerimis sehingga Mamang memilih mengerjakan tugas di depan komputer daripada nonton televisi.
Tiba-tiba anjing piaraan tetangga Mamang bersuara ribut dan menyalak panjang ..... dan terasa bulu kuduk Mamang agak berdiri
tapi tidak Mamang acuhkan, terus saja Mamang kerja.
Tiba-tiba .....
" Assalamu'alaikum ........ " ada suara di pintu depan tapi tidak disertai ketukan. Mamang dengar lagi .....
" Assalamualaikuuuummmm " ah benar, ada yang mengucap salam meski agak lirih lalu Mamang ke ruang depan membuka pintu, ternyata tamu yang mengucap salam itu Pa Bardi, tetangga Mamang beda RT tapi masih satu RW.
Mamang persilahkan dia masuk untuk duduk dan setelah dia duduk, Mamang kembali ke ruang kerja untuk mengambil rokok ( Mamang sudah yakin, kalau ngobrol dengan Pa Bardi, pasti bakal lama ).
Sempat Mamang lihat jam dinding, waktu menunjukkan pukul 23.10
Sekalian pula Mamang ke dapur untuk buat 2 gelas kopi untuk teman ngobrol dan saat ke dapur Mamang teriak " Sebentar Pak, saya bikin kopi dulu ..... "
Ketika kopi sudah siap, Mamang bawa pakai baki ke ruang depan tapi ..... lho, Pak Bardi tidak ada. Pintu masuk sudah tertutup ......
Lalu Mamang simpan kopi di meja tamu, Mamang ngelongok keluar .... Pak Bardi tetap tidak ada dan yang bikin Mamang kaget adalah pintu gerbang dalam posisi terkunci/digembok ..... lho, masa Pak Bardi meloncati pintu yang tingginya 2 meter ?
Anjing piaraan tetangga masih ribut mengaung lalu ya sudah, Mamang balik kanan sambil merasa heran atas kedatangan Pa Bardi yang membawa teka-teki serta pertanyaan dari mana dia bisa masuk.
Setelah menutup pintu, membawa kopi ke ruang kerja untk Mamang minum, kembali Mamang kerja tetapi baru saja memulai tiba-tiba terdengar suara di pengeras suara di mesjid .....
"Assalamu'alaikum, warahmatullahi wabarokattuh
Telah berpulang ke Rahmatulloh
Bapak Bardi bin Sukanta tadi pada pukul 22.45
Saat ini jenasah berada di rumah duka dan rencananya akan dimakamkan pada
hari besok pukul 10.00 setelah di shalatkan di Masjid Jami.
Wassalamu'alaikum, warahmatullahi wabarokattuh "
Mamang terkejut mendengar pengumuman itu dan kembali bulu kuduk Mamang berdiri ...... tadi Pa Bardi menyapa dan datang ke rumah Mamang pukul 23.05.
Langsung saja Mamang matikan komputer, ambil jaket lalu keluar rumah dan pergi ke rumah Pa Bardi.
Tiba disana, sudah ada beberapa tetangga yang sudah datang. Ada yg sedang membereskan kursi, memasang tempat mandi jenasah dan ada pula yang duduk-duduk sambil ngobrol.
" Assalamu'alaikum ...... " sapa Mamang
" Wa'alaikumsalam " jawab mereka " Ah Pak RW ....mangga lebet Pak " sambut Pak Jajang, ketua RT tempat Pa Bardi tinggal
Mamang tidak berhenti dulu untuk ngobrol, Mamang terus saja masuk ke rumah duka.
Benar saja, di tengah ruangan terbujur jenasah yang tertutup kain dan saat Mamang buka bagian atas, ternyata benar jenasah itu Pa Bardi.
Masih dalam kondisi kaget, Mamang kemudian membacakan beberapa surat-surat pada Al Qur'an baru setelah itu Mamang temui isteri Almarhum, menyampaikan turut bela sungkawa .... kemudian Mamang keluar untuk bergabung dengan bapak-bapak yang ada disana.
" Sakit apa Pa Bardi koq semendadak begini ? " tanya Mamang pada Pa Agus.
" Jantung, Pa RW .... terasanya tadi jam 10, dia mengeluh sakit dada ke isterinya minta digosok dadanya sama minyak kayu putih. Setelah digosok, terus tidur tapi isterinya penasaran .... digoyang-goyang badannya supaya bangun, malah goyang semuanya " terang Pa Agus.
Mamang kemudian merenung mengingat kejadian tadi lalu tiba-tiba Mamang ingat bahwa beberapa waktu yang lalu, saat kegiatan kerja bakti, Pa Bardi pernah berbicara begini .......
" Pa RW, kalau saya nanti mati mendahului Bapa, saya ingin jenasah saya dimandikan oleh Bapa "
Mamang jawab " Ah, apa sih Bapa ini, ngomong-ngomong seperti itu ...... heureuy wae, hayulah, kerja lagi .... tuh sampah angkuteun "
" Beneran Pa, saya tidak bercanda,saya ingin dimandikan sama Bapak "
Mamang tidak tanggapi, hanya menatap dia sejenak lalu menganggukan kepala sekilas terus kembali kerja bakti .....
Setelah ingatan itu muncul, langsung saja Mamang berdiri lalu berkata
" Tempat memandikan sudah beres ? Yuk kita mandikan Almarhum, saya yang mimpin "
Jenasah kemudian dibawa dari ruang tengah ke tempat memandikan, kemudian setelah baju Almarhum dibuka semua, Mamanglah yang pertama menuangkan air ke tubuhnya ...... di sela-sela bisikan doa dari yang memandikan, Mamang dekatkan bibir Mamang ke telinga Almarhum sambil berbisik :
" Saya penuhi permintaan Bapak untuk memandikan jenasah Bapak "
Betul, mungkin itu yaa, Mamang sendiri hanya merasa seramnya saat pertama Almarhum menjelang datang, kesananya memang tidak ada yang nyeremin.Wiu...wiu.....wiu....pak Bardi datang sekaligus mengingatkan kale...hu...barang kali pak Er We luffa
Baidewe ceritanya gak ngeri lebih ke unsur moral.....monggo gas ken lagi hu
Amazing pengalaman nya suhuDulu ….. sudah lama aku mengalami kejadian mengerikan itu tapi tetap kuingat dengan baik karena aku mendengar dan menyaksikan sendiri.
Kebetulan malam itu aku dan beberpa teman kebagian giliran jaga dan aku kebagian jaga di pos itu, pos yang posisinya dekat dengan barak siswa.
Jam 18.30 aku sudah tiba di pos jagaku. Setelah lapor ke Karu lalu isi absen, aku kemudian duduk sambil menikmati siaran televisi.
Jam 22.00 aku ditemani 2 kawan, melakukan patroli sekitar barak …. memang sepi karena tidak ada siswa di situ. Aku bahkan sempat melongok ke ruang-ruang barak, hanya kasur-kasur yang tergulung di atas ranjang, lemari-lemari yang tertutup berjajar rapi di samping ranjang.
Beres patroli, kami Kembali ke Pos lalu kami bertiga dipanggil Karu.
“ Kalian bertiga tadi melewati depan barak ? “
“ Siap. Betul Dan “ jawab kami.
“ Kalian masuk juga melihat situasi dalam barak ? “ tanya Karu sambil menatap tajam kepada kami.
“ Siap. Betul Dan …. Ada apa Dan ?” jawabku sambil lanjut bertanya.
“ Tidak apa-apa. Hanya nanti subuh, kalian tetap di pos, bila mendengar dan melihat sesuatu yang tidak biasa, kalian diam saja yaa …. ? “ kata Karu sambil berlalu meninggalkan kami.
Setelah Karu berlalu, kami bertiga saling berpandangan lalu
“ Di, sampeyan tau opo maksud omongan Karu tadi ? “ Suparjo bertanya kepadaku sementara Sutrisno hanya menatapku.
“ Mboh ….. ra ngerti aku “ jawabku sambal melepaskan kopel rim dan menyimpannya di meja.
“ Apapun yang terjadi, ya terjadilah ……” Sutrisno nyeletuk sambil menyimpan senapan di rak yang terdapat di belakang meja jaga.
Sampai pukul 02.45 tidak ada kejadian yang aneh tetapi Ketika lonceng berbunyi 3 kali, mulai terasa oleh aku dan kedua kawanku.
Udara tiba-tiba mendadak dingin, melebihi dingin biasa dini hari lalu lampu barak 3 – 4 menyala.
“ Di, itu lampu barak kenapa nyala ? “ Sutrisno yang duduk di sebelahku bertanya.
Aku tidak menjawab, aku hanya menatap ke arah barak yang berjarak 20 meteran dari pos. Aku kemudian memakai kembali sabukku lalu ku tatap barak itu.
Tiba-tiba muncul kabut ….. ya, kabut yang menurutku melebihi kebiasaan juga, sangat jarak disini ada kabut …. Rasa kaget kami belum hilang, tiba-tiba terdengar suara-suara dari dalam barak. Suara kalau para siswa bangun, bersiap-siap, teriakan-teriakan, dan lainnya. Sekilas terlihat ada gerakan-gerakan manusia di balik kaca …..
Sutrisno berniat hendak menghampiri tetapi ku tahan dia
“ No … No, wes meneng ae ….. “ kata Suparjo setengah berbisik.
Akupun berbisik …… “Jo … Jo, matikan tivi” lalu Suparjopun mematikan televisi.
Lebih aneh lagi, lampu sorot yang menyinari sekitar pos dengan terangnya, tiba-tiba meredup …. tidak padam…. tapi meredup seperti lampu 15 watt.
Mata kami tetap menatap ke arah barak itu, ada bau daging terbakar dan bau amis darah mulai tercium oleh kami …. bulu kudukku meremang dan aku yakin kedua kawanku pun pasti demikian.
Entah berapa lama kami menyaksikan dengan terpaku ke arah barak itu lalu akhirnya dari pos jaga kami yang berjarak 20 meteran kami melihat pintu barak terbuka !
Keluarlah para siswa dari pintu barak itu, lengkap dengan seragam dan menyandang senapan. Belum begitu jelas kelihatannya dan kemudian mereka membentuk barisan bersaf.
Dalam suasana yang tidak benderang, kami melihat mereka berdiri dengan sikap sempurna mengikuti aba-aba komandannya kemudian mereka mulai bergerak berbaris rapi meninggalkan barak, belok kiri melewati jalan yang nantinya akan lewat di depan pos jaga kami.
Kami bertiga seperti kena sihir, kami hanya diam terpaku menyaksikan mereka berbaris, bergerak menuju pos kami.
Tidak ada dari kami yang bergerak. Aku dan Suparjo tetap duduk terdiam di kursi, sementara Sutrisno berdiri di dekat pintu dan semua menatap kepada aktifitas mereka ……
Barisan semakin dekat, derap langkah mereka terdengar dan kemudian lewatlah mereka di depan pos jaga kami. Baru kami melihat dengan jelas. Wajah mereka dingin, penuh luka …. Mereka semua memakai baret tetapi darah terlihat meleleh dari kepala mereka, ada yang tidak berahang, ada yang matanya terlihat menonjol karena kulit serta daging di bagian wajahnya terkelupas dan wajah-wajah serta tubuh rusak lainnya kami saksikan dengan jelas.
Bau amis dan bau daging terbakar begitu kuat menyerbu penciuman kami
Ketika posisi mereka tepat di depan pos, serentak mereka menengok ke arah kami, memberi hormat dan terdengar salam …… “Selamat Pagi !” tidak ada seorangpun dari kami membalas penghormatan mereka.
Mereka terus berbaris, melewati pintu palang pos yang masih tertutup, dilewat begitu saja / tembus, kemudian berbelok ke kiri menuju lapang utama. Derap langkah mereka masih terdengar semakin menjauh lalu hilang.
Setelah teror berlalu, kami dikejutkan dengan suara pintu barak yang kembali tertutup agak dihempaskan dan kemudian lampu barak pun padam. Suasana barak yang tadi terang kembali gelap, kembali sepi.
Kabut mulai menipis lalu menghilang, bau amis darah serta daging terbakar berangsur hilang dan lampu sorot pos kembali menyala dengan terang.
Aku, Suparjo dan Sutrisno masih diam terpaku kemudian kami saling bertatapan.
Mulut kami seperti terkunci untuk berbicara, suasana di pos begitu sepi mencekam.
Ketika keterkejutan kami hilang dan segera kami berlari ke jalan di depan pos kami, aneh …. Tidak ada ceceran darah itu padahal tadi kami melihat dengan jelas pakaian mereka berlumuran darah disertai daging yang mengelupas dari seragam mereka yang sobek-sobek lalu kami beranjak ke pintu palang yang baru saja mereka lewati ….. kami tidak melihat mereka, tidak ada darah di pintu itu padahal jelas-jelas mereka melewatinya tanpa membuka.
Kemudian kami datangi barak, kami nyalakan lampu, seperti tadi, kasur masih tergulung, lemari tertutup dan lantai bersih tanpa ada bekas aktifitas. Kami masih bertanya-tanya dalam benak kami, saat pintu kami tutup dan hendak berbalik menuju pos, kami dikejutkan dengan kemunculan Karu yang mengucap salam “Selamat Pagi !”. Kami segera memberi hormat dan membalas salamnya.
Dia menatap kami lalu bertanya ….. “ Kenapa ….. Kaget yaa ? Gak usah kaget, biasa saja. Ayo, kita ke pos.“ lalu Karu berjalan mendahului
Setelah keterkejutan kami hilang dan kami sudah bisa menguasai diri kami masing-masing, mengikuti Karu menuju pos. Tiba di pos, Suparjo diperintahkn Karu memanaskan air dari teko elektrik kemudian membuatkan minuman kopi dan teh manis untuk kami berempat. Setelah minuman tersaji,kami duduk dan lalu Karu menceritakan mengenai hal yang kami saksikan tadi. Tentang siapa mereka, mengapa mereka menjadi seperti demikian….. kami dengarkan cerita itu dengan seksama.
Cerita yang memilukan tentang mereka yang tadi pagi berparade di hadapan kami bertiga ( Maaf, Mamang tidak bisa menyampaikan apa yang Karu ceritakan ).
“ Itulah sebabnya tadi aku berpesan bila mendengar dan melihat sesuatu yang tidak biasa, kalian diam saja. “ Kami hanya terdiam termanggu mendengarkan cerita itu kemudian setelah terdengr adzan subuh, Suparjo mengajak kami untuk shalat subuh berjama’ah, dia pula yang memimpin doa yang salah satunya ditujukan kepada mereka …
Sejak saat itu bila aku melewati pos tempatku pernah berjaga dengan kedua kawanku, aku senantiasa teringat kembali akan terror dini hari itu, jangan pernah teralami lagi dan aku pernah mendengar bahwa setiap anggota yang kebagian berjaga di pos itu tepat malam tanggal itu, pasti akan mengalami kejadian seperti yang ku alami dengan kawan-kawanku …..
Situ lembang mang?Dulu ….. sudah lama aku mengalami kejadian mengerikan itu tapi tetap kuingat dengan baik karena aku mendengar dan menyaksikan sendiri.
Kebetulan malam itu aku dan beberpa teman kebagian giliran jaga dan aku kebagian jaga di pos itu, pos yang posisinya dekat dengan barak siswa.
Jam 18.30 aku sudah tiba di pos jagaku. Setelah lapor ke Karu lalu isi absen, aku kemudian duduk sambil menikmati siaran televisi.
Jam 22.00 aku ditemani 2 kawan, melakukan patroli sekitar barak …. memang sepi karena tidak ada siswa di situ. Aku bahkan sempat melongok ke ruang-ruang barak, hanya kasur-kasur yang tergulung di atas ranjang, lemari-lemari yang tertutup berjajar rapi di samping ranjang.
Beres patroli, kami Kembali ke Pos lalu kami bertiga dipanggil Karu.
“ Kalian bertiga tadi melewati depan barak ? “
“ Siap. Betul Dan “ jawab kami.
“ Kalian masuk juga melihat situasi dalam barak ? “ tanya Karu sambil menatap tajam kepada kami.
“ Siap. Betul Dan …. Ada apa Dan ?” jawabku sambil lanjut bertanya.
“ Tidak apa-apa. Hanya nanti subuh, kalian tetap di pos, bila mendengar dan melihat sesuatu yang tidak biasa, kalian diam saja yaa …. ? “ kata Karu sambil berlalu meninggalkan kami.
Setelah Karu berlalu, kami bertiga saling berpandangan lalu
“ Di, sampeyan tau opo maksud omongan Karu tadi ? “ Suparjo bertanya kepadaku sementara Sutrisno hanya menatapku.
“ Mboh ….. ra ngerti aku “ jawabku sambal melepaskan kopel rim dan menyimpannya di meja.
“ Apapun yang terjadi, ya terjadilah ……” Sutrisno nyeletuk sambil menyimpan senapan di rak yang terdapat di belakang meja jaga.
Sampai pukul 02.45 tidak ada kejadian yang aneh tetapi Ketika lonceng berbunyi 3 kali, mulai terasa oleh aku dan kedua kawanku.
Udara tiba-tiba mendadak dingin, melebihi dingin biasa dini hari lalu lampu barak 3 – 4 menyala.
“ Di, itu lampu barak kenapa nyala ? “ Sutrisno yang duduk di sebelahku bertanya.
Aku tidak menjawab, aku hanya menatap ke arah barak yang berjarak 20 meteran dari pos. Aku kemudian memakai kembali sabukku lalu ku tatap barak itu.
Tiba-tiba muncul kabut ….. ya, kabut yang menurutku melebihi kebiasaan juga, sangat jarak disini ada kabut …. Rasa kaget kami belum hilang, tiba-tiba terdengar suara-suara dari dalam barak. Suara kalau para siswa bangun, bersiap-siap, teriakan-teriakan, dan lainnya. Sekilas terlihat ada gerakan-gerakan manusia di balik kaca …..
Sutrisno berniat hendak menghampiri tetapi ku tahan dia
“ No … No, wes meneng ae ….. “ kata Suparjo setengah berbisik.
Akupun berbisik …… “Jo … Jo, matikan tivi” lalu Suparjopun mematikan televisi.
Lebih aneh lagi, lampu sorot yang menyinari sekitar pos dengan terangnya, tiba-tiba meredup …. tidak padam…. tapi meredup seperti lampu 15 watt.
Mata kami tetap menatap ke arah barak itu, ada bau daging terbakar dan bau amis darah mulai tercium oleh kami …. bulu kudukku meremang dan aku yakin kedua kawanku pun pasti demikian.
Entah berapa lama kami menyaksikan dengan terpaku ke arah barak itu lalu akhirnya dari pos jaga kami yang berjarak 20 meteran kami melihat pintu barak terbuka !
Keluarlah para siswa dari pintu barak itu, lengkap dengan seragam dan menyandang senapan. Belum begitu jelas kelihatannya dan kemudian mereka membentuk barisan bersaf.
Dalam suasana yang tidak benderang, kami melihat mereka berdiri dengan sikap sempurna mengikuti aba-aba komandannya kemudian mereka mulai bergerak berbaris rapi meninggalkan barak, belok kiri melewati jalan yang nantinya akan lewat di depan pos jaga kami.
Kami bertiga seperti kena sihir, kami hanya diam terpaku menyaksikan mereka berbaris, bergerak menuju pos kami.
Tidak ada dari kami yang bergerak. Aku dan Suparjo tetap duduk terdiam di kursi, sementara Sutrisno berdiri di dekat pintu dan semua menatap kepada aktifitas mereka ……
Barisan semakin dekat, derap langkah mereka terdengar dan kemudian lewatlah mereka di depan pos jaga kami. Baru kami melihat dengan jelas. Wajah mereka dingin, penuh luka …. Mereka semua memakai baret tetapi darah terlihat meleleh dari kepala mereka, ada yang tidak berahang, ada yang matanya terlihat menonjol karena kulit serta daging di bagian wajahnya terkelupas dan wajah-wajah serta tubuh rusak lainnya kami saksikan dengan jelas.
Bau amis dan bau daging terbakar begitu kuat menyerbu penciuman kami
Ketika posisi mereka tepat di depan pos, serentak mereka menengok ke arah kami, memberi hormat dan terdengar salam …… “Selamat Pagi !” tidak ada seorangpun dari kami membalas penghormatan mereka.
Mereka terus berbaris, melewati pintu palang pos yang masih tertutup, dilewat begitu saja / tembus, kemudian berbelok ke kiri menuju lapang utama. Derap langkah mereka masih terdengar semakin menjauh lalu hilang.
Setelah teror berlalu, kami dikejutkan dengan suara pintu barak yang kembali tertutup agak dihempaskan dan kemudian lampu barak pun padam. Suasana barak yang tadi terang kembali gelap, kembali sepi.
Kabut mulai menipis lalu menghilang, bau amis darah serta daging terbakar berangsur hilang dan lampu sorot pos kembali menyala dengan terang.
Aku, Suparjo dan Sutrisno masih diam terpaku kemudian kami saling bertatapan.
Mulut kami seperti terkunci untuk berbicara, suasana di pos begitu sepi mencekam.
Ketika keterkejutan kami hilang dan segera kami berlari ke jalan di depan pos kami, aneh …. Tidak ada ceceran darah itu padahal tadi kami melihat dengan jelas pakaian mereka berlumuran darah disertai daging yang mengelupas dari seragam mereka yang sobek-sobek lalu kami beranjak ke pintu palang yang baru saja mereka lewati ….. kami tidak melihat mereka, tidak ada darah di pintu itu padahal jelas-jelas mereka melewatinya tanpa membuka.
Kemudian kami datangi barak, kami nyalakan lampu, seperti tadi, kasur masih tergulung, lemari tertutup dan lantai bersih tanpa ada bekas aktifitas. Kami masih bertanya-tanya dalam benak kami, saat pintu kami tutup dan hendak berbalik menuju pos, kami dikejutkan dengan kemunculan Karu yang mengucap salam “Selamat Pagi !”. Kami segera memberi hormat dan membalas salamnya.
Dia menatap kami lalu bertanya ….. “ Kenapa ….. Kaget yaa ? Gak usah kaget, biasa saja. Ayo, kita ke pos.“ lalu Karu berjalan mendahului
Setelah keterkejutan kami hilang dan kami sudah bisa menguasai diri kami masing-masing, mengikuti Karu menuju pos. Tiba di pos, Suparjo diperintahkn Karu memanaskan air dari teko elektrik kemudian membuatkan minuman kopi dan teh manis untuk kami berempat. Setelah minuman tersaji,kami duduk dan lalu Karu menceritakan mengenai hal yang kami saksikan tadi. Tentang siapa mereka, mengapa mereka menjadi seperti demikian….. kami dengarkan cerita itu dengan seksama.
Cerita yang memilukan tentang mereka yang tadi pagi berparade di hadapan kami bertiga ( Maaf, Mamang tidak bisa menyampaikan apa yang Karu ceritakan ).
“ Itulah sebabnya tadi aku berpesan bila mendengar dan melihat sesuatu yang tidak biasa, kalian diam saja. “ Kami hanya terdiam termanggu mendengarkan cerita itu kemudian setelah terdengr adzan subuh, Suparjo mengajak kami untuk shalat subuh berjama’ah, dia pula yang memimpin doa yang salah satunya ditujukan kepada mereka …
Sejak saat itu bila aku melewati pos tempatku pernah berjaga dengan kedua kawanku, aku senantiasa teringat kembali akan terror dini hari itu, jangan pernah teralami lagi dan aku pernah mendengar bahwa setiap anggota yang kebagian berjaga di pos itu tepat malam tanggal itu, pasti akan mengalami kejadian seperti yang ku alami dengan kawan-kawanku …..
Hapal meureun .....Situ lembang mang?