indobooker
Kakak Semprot
SEMUA negara pasti memiliki seni dan budaya masing-masing. Bahkan, seni dan budaya juga dijadikan salah satu acuan di mana negara tersebut sudah dianggap maju atau masih berkembang. Hal ini dapat dilihat dari seberapa serius pemerintahan suatu negara untuk membawa seni dan budaya mereka ke dunia internasional, tidak terkecuali seni kuliner.
Setiap negara pasti memiliki kuliner khas masing- masing. Tidak jarang dalam jamuan negara, kuliner khas negara tersebut akan dihidangkan sebagai salah satu bentuk pengenalan kepada tamu negara dan secara tidak langsung menjadi promosi yang bagus untuk negara tersebut.
Kuliner dalam diplomasi biasa disebut gastrodiplomacy. Jenis kebudayaan diplomasi ini juga sudah menjadi bagian dari diplomasi publik. Gastrodiplomacy merupakan cara termudah untuk memenangkan hati dan pikiran lewat kuliner. Cara ini sudah digunakan sejak 2000 dan dipopulerkan ke publik oleh Paul Rockower dan Sam Chapple-Sokol. Lalu pada 2002 muncul sebuah artikel tentang The Thai Kitchen of The World Program.
Pada 2013, Chapple-Sokol menulis artikel di The Hague Journal of Diplomacy bahwa kuliner dalam diplomasi sebagai perantara untuk menciptakan keakraban antarpemimpin bangsa dengan harapan dapat meningkatkan interaksi dan kooperasi antarnegara. Saat ini negara-negara yang pemerintahnya sudah mempunyai program gastrodiplomacy, yaitu Thailand, Korea Selatan, Malaysia, Peru, dan Amerika.
Seni kuliner dalam diplomasi sudah menjadi hal umum. Terbukti dengan adanya jamuan makan dalam setiap pertemuan kenegaraan. Seni kuliner dalam acara kenegaraan juga dapat mengakrabkan hubungan antarpemimpin negara sehingga hubungan antarnegara dapat terjalin dengan baik.
Contohnya, beberapa waktu lalu, Presiden Amerika Barack Obama mengadakan kunjungan kenegaraan ke Jepang. Dalam kunjungan tersebut, beliau diundang dan dijamu makanan khas Jepang, yaitu sushi, oleh Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe di salah satu restoran sushi berbintang tiga bernama Sukiyabashi Jiro yang terletak di Ginza, Tokyo.
Alasan Shinzo Abe mengajak Obama makan di restoran itu karena Shinzo Abe tahu bahwa Obama menyukai makanan Jepang. Pemilik restoran tersebut bernama Jiro Ono. Beliau berusia 88 tahun. Mempunyai 2 anak, anak pertama membantu beliau di restoran yang di Ginza, sedangkan yang bungsu mempunyai usaha sushi di daerah Roppongi Hills.
Beliau sudah mendalami dunia sushi sejak kecil sehingga sangat disiplin dalam kualitas rasa dan bentuk sushi di restorannya. Bahan-bahan yang beliau gunakan juga tidak sembarangan. Beliau langsung turun tangan dalam pemilihan bahan tersebut. Tetapi sekarang karena faktor usia, maka anaknya yang pertamalah yang lebih turun ke pasar untuk bertemu para penyuplai dari bahan yang mereka butuhkan.
Dalam film dokumenter Jiro Dreams of Sushi ditunjukkan pula bagaimana mereka memilih ikan tuna terbaik untuk mereka beli. Dalam film itu juga diceritakan kisah hidup Jiro semasa kecil hingga menjadi seorang sushi chef yang hebat. Lalu ditunjukkan juga bagaimana dia melatih anaknya untuk menjadi sushi chef dan bagaimana cara dia melatih para karyawannya untuk membuat sushi dengan kualitas terbaik. Maka tak heran, restoran tersebut menjadi pilihan Menteri Jepang untuk menjamu Obama. Obama pun mengatakan, sushi di restoran tersebut adalah sushi terenak yang pernah dimakan.
Di negara-negara maju saja, seni kuliner dalam jamuan kenegaraan sudah menjadi bagian dari agenda acara kenegaraan dengan menghidangkan makanan andalan dari negara tersebut karena seni kuliner menunjukkan bahwa semua dapat diselesaikan di meja makan. Seandainya para petinggi-petinggi di Indonesia menyelesaikan persoalan sembari menyantap hidangan, pasti solusi yang didapat pun lebih cepat dan mudah karena ketika di meja makan, semua orang pasti sedang berada di waktu rileksnya, tidak mungkin juga orang makan dalam suasana tertekan. Jika sudah dalam suasana rileks, sudah pasti otak akan rileks dan dengan otak rileks kita akan lebih jernih untuk berpikir.
Selain itu, seni kuliner di negara maju pun sangat dijunjung tinggi oleh pemerintahan dan mendapat perhatian besar karena pemerintah sadar bahwa kuliner sudah menjadi bagian dari industri yang mengedepankan kemajuan dan kemakmuran manusia. Di Indonesia, seni kuliner jarang dimunculkan. Seharusnya, pemerintah dengan bantuan orang-orang kreatif di Indonesia membuat promosi besarbesaran untuk kuliner Indonesia yang sangat beragam.
Harusnya, sewaktu rendang dan nasi goreng masuk ke dalam daftar makanan terenak di dunia, Indonesia harus secara gamblang dan besar-besaran lebih mempromosikan rendang dan nasi goreng. Contohnya, dijelaskan apa bahan dari rendang, lalu daerah asal rendang itu, bagaimana proses membuat rendang, lalu apa dampak dari segi kesehatan (baik positif maupun negatif).
Di sinilah titik kelemahan pemerintahan kita dalam mengapresiasi seni dalam berbagai aspek. Lalu, harus dipikirkan juga bagaimana caranya agar makanan khas Indonesia dan kue-kue tradisional Indonesia dapat dijadikan oleh-oleh untuk dibawa tamu negara ketika kembali ke negara asalnya. Sebab, secara tidak langsung ini juga menjadi ajang promosi agar kuliner kita semakin terlihat di mata dunia dan dapat diingat jika datang ke Indonesia harus mencari makanan tersebut.
Kita sebagai anak muda dan masyarakat (di masing-masing daerah) juga harus ikut serta membantu pemerintah untuk lebih mempromosikan lagi kuliner bangsa (yang ada di daerah masing-masing) yang sangat kaya ini. Sebab, kuliner kita pun tidak kalah dengan kuliner bangsa lain. Seperi kata peribahasa, "Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai budayanya".
Setiap negara pasti memiliki kuliner khas masing- masing. Tidak jarang dalam jamuan negara, kuliner khas negara tersebut akan dihidangkan sebagai salah satu bentuk pengenalan kepada tamu negara dan secara tidak langsung menjadi promosi yang bagus untuk negara tersebut.
Kuliner dalam diplomasi biasa disebut gastrodiplomacy. Jenis kebudayaan diplomasi ini juga sudah menjadi bagian dari diplomasi publik. Gastrodiplomacy merupakan cara termudah untuk memenangkan hati dan pikiran lewat kuliner. Cara ini sudah digunakan sejak 2000 dan dipopulerkan ke publik oleh Paul Rockower dan Sam Chapple-Sokol. Lalu pada 2002 muncul sebuah artikel tentang The Thai Kitchen of The World Program.
Pada 2013, Chapple-Sokol menulis artikel di The Hague Journal of Diplomacy bahwa kuliner dalam diplomasi sebagai perantara untuk menciptakan keakraban antarpemimpin bangsa dengan harapan dapat meningkatkan interaksi dan kooperasi antarnegara. Saat ini negara-negara yang pemerintahnya sudah mempunyai program gastrodiplomacy, yaitu Thailand, Korea Selatan, Malaysia, Peru, dan Amerika.
Seni kuliner dalam diplomasi sudah menjadi hal umum. Terbukti dengan adanya jamuan makan dalam setiap pertemuan kenegaraan. Seni kuliner dalam acara kenegaraan juga dapat mengakrabkan hubungan antarpemimpin negara sehingga hubungan antarnegara dapat terjalin dengan baik.
Contohnya, beberapa waktu lalu, Presiden Amerika Barack Obama mengadakan kunjungan kenegaraan ke Jepang. Dalam kunjungan tersebut, beliau diundang dan dijamu makanan khas Jepang, yaitu sushi, oleh Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe di salah satu restoran sushi berbintang tiga bernama Sukiyabashi Jiro yang terletak di Ginza, Tokyo.
Alasan Shinzo Abe mengajak Obama makan di restoran itu karena Shinzo Abe tahu bahwa Obama menyukai makanan Jepang. Pemilik restoran tersebut bernama Jiro Ono. Beliau berusia 88 tahun. Mempunyai 2 anak, anak pertama membantu beliau di restoran yang di Ginza, sedangkan yang bungsu mempunyai usaha sushi di daerah Roppongi Hills.
Beliau sudah mendalami dunia sushi sejak kecil sehingga sangat disiplin dalam kualitas rasa dan bentuk sushi di restorannya. Bahan-bahan yang beliau gunakan juga tidak sembarangan. Beliau langsung turun tangan dalam pemilihan bahan tersebut. Tetapi sekarang karena faktor usia, maka anaknya yang pertamalah yang lebih turun ke pasar untuk bertemu para penyuplai dari bahan yang mereka butuhkan.
Dalam film dokumenter Jiro Dreams of Sushi ditunjukkan pula bagaimana mereka memilih ikan tuna terbaik untuk mereka beli. Dalam film itu juga diceritakan kisah hidup Jiro semasa kecil hingga menjadi seorang sushi chef yang hebat. Lalu ditunjukkan juga bagaimana dia melatih anaknya untuk menjadi sushi chef dan bagaimana cara dia melatih para karyawannya untuk membuat sushi dengan kualitas terbaik. Maka tak heran, restoran tersebut menjadi pilihan Menteri Jepang untuk menjamu Obama. Obama pun mengatakan, sushi di restoran tersebut adalah sushi terenak yang pernah dimakan.
Di negara-negara maju saja, seni kuliner dalam jamuan kenegaraan sudah menjadi bagian dari agenda acara kenegaraan dengan menghidangkan makanan andalan dari negara tersebut karena seni kuliner menunjukkan bahwa semua dapat diselesaikan di meja makan. Seandainya para petinggi-petinggi di Indonesia menyelesaikan persoalan sembari menyantap hidangan, pasti solusi yang didapat pun lebih cepat dan mudah karena ketika di meja makan, semua orang pasti sedang berada di waktu rileksnya, tidak mungkin juga orang makan dalam suasana tertekan. Jika sudah dalam suasana rileks, sudah pasti otak akan rileks dan dengan otak rileks kita akan lebih jernih untuk berpikir.
Selain itu, seni kuliner di negara maju pun sangat dijunjung tinggi oleh pemerintahan dan mendapat perhatian besar karena pemerintah sadar bahwa kuliner sudah menjadi bagian dari industri yang mengedepankan kemajuan dan kemakmuran manusia. Di Indonesia, seni kuliner jarang dimunculkan. Seharusnya, pemerintah dengan bantuan orang-orang kreatif di Indonesia membuat promosi besarbesaran untuk kuliner Indonesia yang sangat beragam.
Harusnya, sewaktu rendang dan nasi goreng masuk ke dalam daftar makanan terenak di dunia, Indonesia harus secara gamblang dan besar-besaran lebih mempromosikan rendang dan nasi goreng. Contohnya, dijelaskan apa bahan dari rendang, lalu daerah asal rendang itu, bagaimana proses membuat rendang, lalu apa dampak dari segi kesehatan (baik positif maupun negatif).
Di sinilah titik kelemahan pemerintahan kita dalam mengapresiasi seni dalam berbagai aspek. Lalu, harus dipikirkan juga bagaimana caranya agar makanan khas Indonesia dan kue-kue tradisional Indonesia dapat dijadikan oleh-oleh untuk dibawa tamu negara ketika kembali ke negara asalnya. Sebab, secara tidak langsung ini juga menjadi ajang promosi agar kuliner kita semakin terlihat di mata dunia dan dapat diingat jika datang ke Indonesia harus mencari makanan tersebut.
Kita sebagai anak muda dan masyarakat (di masing-masing daerah) juga harus ikut serta membantu pemerintah untuk lebih mempromosikan lagi kuliner bangsa (yang ada di daerah masing-masing) yang sangat kaya ini. Sebab, kuliner kita pun tidak kalah dengan kuliner bangsa lain. Seperi kata peribahasa, "Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai budayanya".